Kenikmatan itu sering diidentikkan dengan rejeki melimpah dan serba enak. Dan itu memang tidak bisa ditolak. Kenyataannya kebahagiaan selalu diharapkan oleh banyak orang. Diharapkan selalu hadir pada kehidupan seseorang, dan menolak kesusahan. Sebab kesusahan dianggap sebagai petaka dan adzab dari ilahi. Hal itu ditegaskan pada surat Al Fajr 15-16 Kebahagiaan datang, tentu kita senang. Kesusahan hadir, tentu kita sedih. Itu sudah menjadi sebuah ketetapan. Wajar. Namun, hakikat dari bahagia dan susah itu ujian. Yang jadi masalah ketika ujian itu dikategorikan antara nikmat atau adzab.
8/26/2012
Roda Waktu
Kenikmatan itu sering diidentikkan dengan rejeki melimpah dan serba enak. Dan itu memang tidak bisa ditolak. Kenyataannya kebahagiaan selalu diharapkan oleh banyak orang. Diharapkan selalu hadir pada kehidupan seseorang, dan menolak kesusahan. Sebab kesusahan dianggap sebagai petaka dan adzab dari ilahi. Hal itu ditegaskan pada surat Al Fajr 15-16 Kebahagiaan datang, tentu kita senang. Kesusahan hadir, tentu kita sedih. Itu sudah menjadi sebuah ketetapan. Wajar. Namun, hakikat dari bahagia dan susah itu ujian. Yang jadi masalah ketika ujian itu dikategorikan antara nikmat atau adzab.
Rindu Ibu (1)
Aku rindu ibu, maka ku bergegas pergi ke rumahnya. lebih tepatnya peninggalannya dulu. disanalah ku injakkan kaki pada ubin yang menyimpan ragam kenangan masa silam. Ada aku, ibu dan adikku. Rumah ibu kini kososng. Tak ada yang menempatinya, selain hanya diriuhkan pipitan burung2 parkit. Sedianya burung-burung itu dibuatkan kandang disana, untuk menjadi investasi kakak, juga memanfaatkan lahan kosong. Aku tergugu bisu.
Ibuku sayang... ibuku malang...
7/19/2012
Awal Ramadhan itu Awesome
Allahumma shalli 'ala Muhammad wa ala ali Muhammad, kamaa shallayta ala ali ibrahim wa ala ali ibrahim innaka hamidun majid.
Hari Jum’at memang hari paling awesome seduaniaaah.
Hari ini merupakan awal Ramadhan bagiku di tahun 1433 H. Sejak beberapa hari yang lalu, banyak teman menanyakan awal Ramadhan. Saat itu aku menjawab: “Aku Tidak Tahu”.
Kenyataannya memang begitu, aku tidak tahu tepatnya. Sebab semenit ke depannya saja, adalah perkara ghaib. Sekalipun dari ilmu hisab bisa diperkirakan, nyatanya itu adalah nilai kira-kira. Takdir bisa meleset dari perkiraan. Hmm...
Hari Jum’at memang hari paling awesome seduaniaaah.
Hari ini merupakan awal Ramadhan bagiku di tahun 1433 H. Sejak beberapa hari yang lalu, banyak teman menanyakan awal Ramadhan. Saat itu aku menjawab: “Aku Tidak Tahu”.
Kenyataannya memang begitu, aku tidak tahu tepatnya. Sebab semenit ke depannya saja, adalah perkara ghaib. Sekalipun dari ilmu hisab bisa diperkirakan, nyatanya itu adalah nilai kira-kira. Takdir bisa meleset dari perkiraan. Hmm...
7/11/2012
Kumpulan Tips Gila
Tampaknya Hidup memang sangat membutuhkan tips. Apapun itu tips, tetaplah tips memberdayakan diri sendiri dan orang lain. Demikian tips ini dibuat
Tips menghemat cucian, agar hidup tidak habis dihantui tugas cuci dn mandi...
1. Agendakn 3 atw 4 saja dalam sepekan.
2. Cuci segera pakaian usai pakai segera setelah mandi. Jangan menunda.
3. Jangan membiasakn diri menggantung pakaian daur ulang (masih layak meski usai pakai). Khawatir dimana2 baju dn itu memancing anda untuk mengambil baju di kas lemari. Program hemat baju sepekan terancam ambyar.
Tips menghemat cucian, agar hidup tidak habis dihantui tugas cuci dn mandi...
1. Agendakn 3 atw 4 saja dalam sepekan.
2. Cuci segera pakaian usai pakai segera setelah mandi. Jangan menunda.
3. Jangan membiasakn diri menggantung pakaian daur ulang (masih layak meski usai pakai). Khawatir dimana2 baju dn itu memancing anda untuk mengambil baju di kas lemari. Program hemat baju sepekan terancam ambyar.
7/10/2012
7/09/2012
Even Bulan Suci
Ada banyak makna penting dari ibadah Ramadan, salah satunya adalah mendidik kedisiplinan. Ada tiga bentuk disiplin yang dapat diperoleh dari puasa.
Pertama: disiplin dalam menunaikan kewajiban, apalagi kewajiban ini telah diharuskan kepada generasi sebelum kita. Ini berarti tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mau melaksanakan segala bentuk kewajiban dalam hidup.
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS al-Baqarah [2]:183).
Utang juga kewajiban yang harus kita tunaikan, baik kepada Allah SWT maupun kepada manusia. Karena bila kewajiban puasa belum kita tunaikan dengan alasan tertentu, maka kewajiban itu tidak gugur begitu saja, tapi harus diganti dengan berpuasa pada kesempatan lain atau menggantinya dengan fidiah.
"Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui," (QS al-Baqarah [2]:184).
Pertama: disiplin dalam menunaikan kewajiban, apalagi kewajiban ini telah diharuskan kepada generasi sebelum kita. Ini berarti tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mau melaksanakan segala bentuk kewajiban dalam hidup.
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS al-Baqarah [2]:183).
Utang juga kewajiban yang harus kita tunaikan, baik kepada Allah SWT maupun kepada manusia. Karena bila kewajiban puasa belum kita tunaikan dengan alasan tertentu, maka kewajiban itu tidak gugur begitu saja, tapi harus diganti dengan berpuasa pada kesempatan lain atau menggantinya dengan fidiah.
"Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui," (QS al-Baqarah [2]:184).
5/06/2012
watak dan bahasa
Antara kepribadian dan bahasa.
Bahasa memiliki keterkaitan dengan watak dan kematangan seseorang. Apakah itu benar? bisa jadi...
tapi hal itu tidak menjamin kebenaran yang mutlak.
Mulutmu adalah harimaumu. Bahasamu adalah perwujudan jati dirimu. Apa hal itu benar?
Hmm, saya tersenyum saja ketika pertanyaan itu disodorkan.
adalah Pramoedya A. T mengemukakan di dalam wawancaranya dengan
seperti pagi ini, ketika sejatinya diawali dengan kebahagiaa dan semangat, justru kata-kata pedih menyayat menjadi kemasan aktivitas. seorang saudara dari tanah seberang, menyapa melalui inbox. Dari inbox itu dia berharap untuk bisa mengorek segala hal tentang saya. saya hanya bisa tersenyum. apa maunya saya juga belum paham.
dulu dia sempat meminta nope saya. saya tidak memberikannya. sebab, mengenalnya saja hanya sebatas Facebook. Itu pun dari komen-komen kecil yang sesekali menimbrung disana. saya tahu, ada gejala disana. dan itu dibenarkan oleh sebagian Audiens yang juga teman-teman saya.
saya pikir ada baiknya jika tidak sekarang. setidaknya saya silaturrahmi melalui chat atau video. Dia beralasan tidak bisa. Ah, maunya apa....??
Bahasa memiliki keterkaitan dengan watak dan kematangan seseorang. Apakah itu benar? bisa jadi...
tapi hal itu tidak menjamin kebenaran yang mutlak.
Mulutmu adalah harimaumu. Bahasamu adalah perwujudan jati dirimu. Apa hal itu benar?
Hmm, saya tersenyum saja ketika pertanyaan itu disodorkan.
adalah Pramoedya A. T mengemukakan di dalam wawancaranya dengan
seperti pagi ini, ketika sejatinya diawali dengan kebahagiaa dan semangat, justru kata-kata pedih menyayat menjadi kemasan aktivitas. seorang saudara dari tanah seberang, menyapa melalui inbox. Dari inbox itu dia berharap untuk bisa mengorek segala hal tentang saya. saya hanya bisa tersenyum. apa maunya saya juga belum paham.
dulu dia sempat meminta nope saya. saya tidak memberikannya. sebab, mengenalnya saja hanya sebatas Facebook. Itu pun dari komen-komen kecil yang sesekali menimbrung disana. saya tahu, ada gejala disana. dan itu dibenarkan oleh sebagian Audiens yang juga teman-teman saya.
saya pikir ada baiknya jika tidak sekarang. setidaknya saya silaturrahmi melalui chat atau video. Dia beralasan tidak bisa. Ah, maunya apa....??
5/01/2012
Adikku
Alhamdulillah...
Hari ini begitu special. setelah sekian lama, membutakan diri dari blogodok, Allah mengijinkan akuh berdansa lagi dengan jemariku.
Suatu sanjungan tersendiri, sejak sabtu lalu adikku pulang kampung. dalam kurun hampir sepekan waktu efektif untuk ngobrol dengannya baru semalam. Betapa momen awesome yang wajib diabadikan. Uwuh!
Oh ya, adikku... sayangku
biasa dipanggil Iim. dia adikku pas di bawah urutan keluarga. dia terlahir setahun sesudahku. aku anak ke-9 dan dia yang ke-10. sejak kecil kami selalu bersama. kebersamaan itu membuat kami dianggap saudara kembar. kebetulan dalam dasawarsa baju-baju kami selalu kembar.
Hari ini begitu special. setelah sekian lama, membutakan diri dari blogodok, Allah mengijinkan akuh berdansa lagi dengan jemariku.
Suatu sanjungan tersendiri, sejak sabtu lalu adikku pulang kampung. dalam kurun hampir sepekan waktu efektif untuk ngobrol dengannya baru semalam. Betapa momen awesome yang wajib diabadikan. Uwuh!
Oh ya, adikku... sayangku
biasa dipanggil Iim. dia adikku pas di bawah urutan keluarga. dia terlahir setahun sesudahku. aku anak ke-9 dan dia yang ke-10. sejak kecil kami selalu bersama. kebersamaan itu membuat kami dianggap saudara kembar. kebetulan dalam dasawarsa baju-baju kami selalu kembar.
1/26/2012
Istikharah Cinta
"Enthit...enthit...Greet"
jeritan 'entit-entit' mengusik kesenyapanku yang tengah menyetrika pakaian usai dijemur. Sebuah sms masuk dari seorang sahabat yang baik hati. senyumanku pun bertengger di sela-sela peluh yang merenggut sudut bibirku. Hm, ada apa gerangan?
begitu sms ku buka...
Awal kata pembuka dari serangkaian kalimatnya, sempat ku kira sms nasihat atau wawasan khazanah keilmuan. Tak tahunya... akar masalah ada di ekor kalimat.
Si ikhwan melamar sahabat saya yang akhwat. terus si akhwat belum menjawab kepastian terima tolaknya degnan alasan butuh istikharah dulu. Kini terjadi perdebatan seru antara si ikh dan si akh. perang sms kali ya...
jadi ceritanya sms diforward ke saya nih. Oke deh... Saya pikir
tak ada masalah. Yang pasti si ukht sahabat saya itu share dan meminta saran yang bisa jadi pencerah.
saya pun mengirim balasan. Tidak saya ulas sms clometan si ikh tadi. Cukup saya menyarankan yang hemat energi, hemat biaya...
"jawab simple aja: Anda penganut ajaran Islam atau sekte-sekte itu?"
jujur saja, balasan itu sengaja saya kirim karena di benak saya terlalu meluap-luap keinginan untuk menjelaskan panjang lebar. Di sisi lain, media penjelasnya tidak memungkinkan diri untuk berbusa-busa dalam bingkai kata. Dan pula, hemat energi sekaligus mengajak obyek yang diajak bicara-dalam konteks ini adalah si ikhwan- untuk berpikir ulang dengan argumen uniknya itu.
Saya hanya tersenyum santai. Sahabat saya pun tersenyum. gimana coba senyumnya? kirim sms kali.
Aneh juga ya...
sejenak saya tercenung dengan argumen si ikhwan tsb. Apa dia tidak pernah mendengar adanya hadits tentang ajaran istikharah pada setiap perkara. Apapun itu, tak terkecuali urusan cinta.Ukh, berat nian istilahnya.
Jangankan urusan cinta, misalkan mau tebang pohon depan rumah sendiri, boleh kok istikharah.
dari Jabir bin Abdillah r.a berkata: Rasulullah saw mengajari kami istikharah pada setiap perkara apapun, sebagaimana beliau mengajari kami surat pada Al-Qur'an. Beliau bersabda:
((Jika salah seorang dari kalian punya keinginan pada suatu perkara, maka hendaklah dia ruku'-shalat- dua raka'at selain shalat wajib. Kemudian berdoa: "Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah-minta pendapat- dengan pengetahuanMU. Aku meminta kemampuan padaMU dengan KuasaMU. Aku memintaMU dari kelebihanMu yang agung. Engkau berkuasa sementara aku tidak mampu. Engkau tahu sementara aku tidak tahu. Sedang Engkau Maha Mengetahui keghaiban. Ya Allah jika Engkau tahu bahwa perkara ini baik untukku, agamaku, kehidupanku, serta akibat perkaraku-(atau urusan dunia dan akhiratku)- maka putuskanlah dan mudahkanlah ia untukku, lalu berkahilah untukku dalam hal itu. Dan jika Engkau tahu bahwa itu buruk untukku, agamaku, kehidupanku, serta dampak perkaraku-atau urusan dunia dan akhiratku- maka palingkanlah ia dariku serta palingkan aku darinya. kemudian tetapkanlah untukku kebaikan dimana saja, ridhoilah aku dengannya."))
Kemudian beliau melanjutkan ucapannya <<kebutuhannya disebutkan>>
HR. Bukhary
sesuai penuturan sahabat selaku pengemban sabda rasul itu, "Rasulullah saw mengajari kami istikharah pada setiap perkara apapun,"
perkara apapun itu mencakup perkara 'cinta'.
**upss, ekstrim amat istilahnya yak.
Saya sendiri tak habis pikir dengan itu semua. makin merasa aneh dengan cara pikirnya. Kira-kira referensinya apa dan darimana si ikhwan itu bisa berargumen macam itu? Apa dia sudah survey kepada seluruh ulama pada masing-masing madzhab tersebut. Seolah-olah dia telah mendatangi satu persatu para penganut paham sekte-sekte di atas, sehingga berani mengambil kesimpulan yang saya pikir terlalu prematur.
**Emang bayi?
Sayangnya, hingga note ini diposting saya belum mendapatkan jawaban pasti asal muasal kesimpulan itu dilahirkan. Jujur saya penasaran juga, meski mengakui bahwa itu wawasan baru yang tidak pantas untuk diremehkan.
Kalaupun pada pendapatnya berkenaan "...jawaban si wanita jika dilamar diam itu mengiyakan" saya setuju. memang benar adanya itu sesuai ajaran Islam. Gadis yang dilamar, biasanya rasa malunya lebih besar. Rasa malu ini mengalahkan kuasanya untuk menyuarakan keputusan. Nah, suara tak pastinya inilah justru menjadi jawaban pasti, hal itu dihukumi sebagai persetujuannya.
Masalahnya, kalau ternyata diam itu diartikan dalam kondisi apapun.
Ya, nanti dulu...
Gimana jika...Diam disini masih sangat luas artiannya.
>>> Diam belum sempat jawab, karena shock
>>> Diam karena sakit dan belum bisa bicara
>>> Diam karena masih mengatur jawaban tapi waktu mepet
>>> Diam karena bisu
>>> Diam... (diam-diam, aku mengagumimu...hehe)
>>> dan Diam apalagi ya...
Nah, itu perlu didetailkan ulang. tidak asal diam lalu dihukumi mengiyakan dalam arti setuju. Bisa aja nih orang.
Oh ya, kalo boleh usul, bagi akhwatnya bisa juga untuk menyiasati. jangan DIAM, tapi jawab saja...
**Tuh kan. Klu gini kan Gak diam jah.
Kemudian saya juga geli dengan istilah istikharah cinta.
ya jelas dong, Mas... memang benar jika mereka tidak menggunakan istikharah cinta karena memang istikharah cinta itu tidak ada. yang ada istikharah untuk segala hal.
Ada juga yang menjelaskan istikharah itu menghilangkan keraguan. Itu juga benar. Perlu ditambahkan pula, tidak semata-mata hilangkan keraguan. Sebab banyak kasus, sesudah istikharah masih juga merasa was-was dan ragu. Ada kemungkinan adalah...
1.) Sudah menjadi jawaban untuk tidak meneruskan Niat atau keinginan pada perkaranya.
2.) Tergoda dengan bisikan lain, di luar hati nurani. Hati nurani itu biasanya muncul di awal desiran hati. sifatnya lembut, tipis nan berinti. Ibarat cahaya lilin pada malam hari di padang rumput yang luas nan gelap. Ada cahaya di sana, tapi kecil nyaris tiada meski hakikatnya ada. Suara kecil nan berinti itu justru menjadi sumber kekuatan dalam menentukan keputusan.
3.) **kok lupa... ??? :(
Nah, kalo sekedar diartikan menghilangkan keraguan, lha kok ini malah timbul keraguan.
Oleh karena itu, pengertian itu tidak cocok jika istikharah dilakukan dalam rangka semata-mata obat jerawat, eh penghilang ragu.
Mungkin sampai sini dulu. Moga memberi manfaat ^^
Walillahil Hamdu. Alhamdulillah
Bagi yang komen pertama, berhak mendapatkan marchandise dari Ukasah Habiby Collection
jeritan 'entit-entit' mengusik kesenyapanku yang tengah menyetrika pakaian usai dijemur. Sebuah sms masuk dari seorang sahabat yang baik hati. senyumanku pun bertengger di sela-sela peluh yang merenggut sudut bibirku. Hm, ada apa gerangan?
begitu sms ku buka...
"Ketahuilah, ajaran salafi, wahabi, muhammadiyah, LDII, N.U, persis, tidak menggunakan istikharah cinta dan mereka berpegang hadits tentang jawaban si wanita jika dilamar diam itu mengiyakan. Jadi pada zaman rasulullah sampai daulah fathimiyah runtuh, pria yang mengkhitbah langsung dapat jawabannya dari wanita tanpa istikharah. Jika ada hadits yang menyatakan istikharah terlebih dahulu, saya mohon dikirimi teksnya. (sms dari ikhwan calon saya, Ukh..)"
Awal kata pembuka dari serangkaian kalimatnya, sempat ku kira sms nasihat atau wawasan khazanah keilmuan. Tak tahunya... akar masalah ada di ekor kalimat.
Si ikhwan melamar sahabat saya yang akhwat. terus si akhwat belum menjawab kepastian terima tolaknya degnan alasan butuh istikharah dulu. Kini terjadi perdebatan seru antara si ikh dan si akh. perang sms kali ya...
jadi ceritanya sms diforward ke saya nih. Oke deh... Saya pikir
tak ada masalah. Yang pasti si ukht sahabat saya itu share dan meminta saran yang bisa jadi pencerah.
saya pun mengirim balasan. Tidak saya ulas sms clometan si ikh tadi. Cukup saya menyarankan yang hemat energi, hemat biaya...
"jawab simple aja: Anda penganut ajaran Islam atau sekte-sekte itu?"
jujur saja, balasan itu sengaja saya kirim karena di benak saya terlalu meluap-luap keinginan untuk menjelaskan panjang lebar. Di sisi lain, media penjelasnya tidak memungkinkan diri untuk berbusa-busa dalam bingkai kata. Dan pula, hemat energi sekaligus mengajak obyek yang diajak bicara-dalam konteks ini adalah si ikhwan- untuk berpikir ulang dengan argumen uniknya itu.
Saya hanya tersenyum santai. Sahabat saya pun tersenyum.
Aneh juga ya...
sejenak saya tercenung dengan argumen si ikhwan tsb. Apa dia tidak pernah mendengar adanya hadits tentang ajaran istikharah pada setiap perkara. Apapun itu, tak terkecuali urusan cinta.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ الله رَضِيَ الله عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنَ القُرْآنِ، يَقُولُ:
Artinya:"إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ، فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الفَرِيضَةِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ العَظِيمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلَّامُ الغُيُوبِ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي - أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ - فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي، ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي - أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ - فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ، وَاقْدُرْ لِي الخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ أَرْضِنِي بِهِ" قَالَ: «وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ»
dari Jabir bin Abdillah r.a berkata: Rasulullah saw mengajari kami istikharah pada setiap perkara apapun, sebagaimana beliau mengajari kami surat pada Al-Qur'an. Beliau bersabda:
((Jika salah seorang dari kalian punya keinginan pada suatu perkara, maka hendaklah dia ruku'-shalat- dua raka'at selain shalat wajib. Kemudian berdoa: "Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah-minta pendapat- dengan pengetahuanMU. Aku meminta kemampuan padaMU dengan KuasaMU. Aku memintaMU dari kelebihanMu yang agung. Engkau berkuasa sementara aku tidak mampu. Engkau tahu sementara aku tidak tahu. Sedang Engkau Maha Mengetahui keghaiban. Ya Allah jika Engkau tahu bahwa perkara ini baik untukku, agamaku, kehidupanku, serta akibat perkaraku-(atau urusan dunia dan akhiratku)- maka putuskanlah dan mudahkanlah ia untukku, lalu berkahilah untukku dalam hal itu. Dan jika Engkau tahu bahwa itu buruk untukku, agamaku, kehidupanku, serta dampak perkaraku-atau urusan dunia dan akhiratku- maka palingkanlah ia dariku serta palingkan aku darinya. kemudian tetapkanlah untukku kebaikan dimana saja, ridhoilah aku dengannya."))
Kemudian beliau melanjutkan ucapannya <<kebutuhannya disebutkan>>
HR. Bukhary
sesuai penuturan sahabat selaku pengemban sabda rasul itu, "Rasulullah saw mengajari kami istikharah pada setiap perkara apapun,"
perkara apapun itu mencakup perkara 'cinta'.
**upss, ekstrim amat istilahnya yak.
Saya sendiri tak habis pikir dengan itu semua. makin merasa aneh dengan cara pikirnya. Kira-kira referensinya apa dan darimana si ikhwan itu bisa berargumen macam itu? Apa dia sudah survey kepada seluruh ulama pada masing-masing madzhab tersebut. Seolah-olah dia telah mendatangi satu persatu para penganut paham sekte-sekte di atas, sehingga berani mengambil kesimpulan yang saya pikir terlalu prematur.
**Emang bayi?
Sayangnya, hingga note ini diposting saya belum mendapatkan jawaban pasti asal muasal kesimpulan itu dilahirkan. Jujur saya penasaran juga, meski mengakui bahwa itu wawasan baru yang tidak pantas untuk diremehkan.
Kalaupun pada pendapatnya berkenaan "...jawaban si wanita jika dilamar diam itu mengiyakan" saya setuju. memang benar adanya itu sesuai ajaran Islam. Gadis yang dilamar, biasanya rasa malunya lebih besar. Rasa malu ini mengalahkan kuasanya untuk menyuarakan keputusan. Nah, suara tak pastinya inilah justru menjadi jawaban pasti, hal itu dihukumi sebagai persetujuannya.
Masalahnya, kalau ternyata diam itu diartikan dalam kondisi apapun.
Ya, nanti dulu...
Gimana jika...Diam disini masih sangat luas artiannya.
>>> Diam belum sempat jawab, karena shock
>>> Diam karena sakit dan belum bisa bicara
>>> Diam karena masih mengatur jawaban tapi waktu mepet
>>> Diam karena bisu
>>> Diam... (diam-diam, aku mengagumimu...hehe)
>>> dan Diam apalagi ya...
Nah, itu perlu didetailkan ulang. tidak asal diam lalu dihukumi mengiyakan dalam arti setuju. Bisa aja nih orang.
Oh ya, kalo boleh usul, bagi akhwatnya bisa juga untuk menyiasati. jangan DIAM, tapi jawab saja...
"beri saya kesempatan untuk berpikir/istikharah."
**Tuh kan. Klu gini kan Gak diam jah.
Kemudian saya juga geli dengan istilah istikharah cinta.
ya jelas dong, Mas... memang benar jika mereka tidak menggunakan istikharah cinta karena memang istikharah cinta itu tidak ada. yang ada istikharah untuk segala hal.
Istikharah itu menurut paham saya adalah sharing kepada Allah Ta'ala. Minta pendapat dan tanggapanNya. Namanya aja minta pendapat, ya layaknya meeting kantoran gitu. Bedanya ini mah sama Kaisar di atas segala Kaisar.
1.) Sudah menjadi jawaban untuk tidak meneruskan Niat atau keinginan pada perkaranya.
2.) Tergoda dengan bisikan lain, di luar hati nurani. Hati nurani itu biasanya muncul di awal desiran hati. sifatnya lembut, tipis nan berinti. Ibarat cahaya lilin pada malam hari di padang rumput yang luas nan gelap. Ada cahaya di sana, tapi kecil nyaris tiada meski hakikatnya ada. Suara kecil nan berinti itu justru menjadi sumber kekuatan dalam menentukan keputusan.
3.) **kok lupa... ??? :(
Nah, kalo sekedar diartikan menghilangkan keraguan, lha kok ini malah timbul keraguan.
Oleh karena itu, pengertian itu tidak cocok jika istikharah dilakukan dalam rangka semata-mata obat jerawat, eh penghilang ragu.
Mungkin sampai sini dulu. Moga memberi manfaat ^^
Walillahil Hamdu. Alhamdulillah
Bagi yang komen pertama, berhak mendapatkan marchandise dari Ukasah Habiby Collection
1/24/2012
Interaksi Santun dengan Tetangga
bismillah
((Sembahlah Allah dan jangan persekutukan Dia
dengan sesuatu apapun. Berbuat baiklah kepada kedua orangtua, kerabat, anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu
sabil, dan budak kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong
dan berbangga diri. Q.S An-Nisa’ : 37 ))
U’budu itu artian secara
globalnya adalah menyembah. Kata Menyembah meliputi pengabdian, keseriusan dan
kesetiaan yang tiada terbatas. Menyembah Allah beriring dengan larangan untuk
menyekutukanNya, yaitu Laa tusyriku. Sedangkan menyekutukan itu adalah
memprioritaskan sesuatu lebih di atas prioritas kepada Allah Ta’ala. Padahal
sudah menjadi kepastian pada sebuah efek domino, Orang yang menyembah Allah,
berarti dia tidak menyekutukanNya. Ketika seorang hamba menyekutukanNya pasti
tidak menyembahNya. Ini kaidah mendasar dalam hubungan antara hamba dengan
pemeliharanya.
Wabil walidayni
ihsaana disebut pertama kali usai penyebutan pengabdian kepada Allah Ta’ala.
Kalimat itu menjadi awal pembuka dalam hubungan antar sesama. Pada hakikatnya,
diakui atau tidak, hak orangtua itu memang utama dari segenap hak manusia yang
lain. Itu sudah menjadi prinsip yang tidak bisa disangkal maupun diganggu
gugat. Sedang yang memiliki hubungan paling dekat setelah orangtua adalah Dzil
Qurba. Artian harfiahnya adalah yang memiliki ikatan kekerabatan atau
hubungan darah.
Kemudian kata wal
jari dzil qurba itu tetangga dekat rumah kita atau yang memiliki hubungan kekerabatan.
Bahkan ada yang berpendapat dzil qurba ini ditekankan pada keislamannya,
yaitu kedekatan emosional antara saudara seaqidah melebihi kedekatan dengan
saudara kandung. Sebab keislaman seseorang itu bisa mengalahkan hak saudara
sedarah yang non-muslim. Kerabat meliputi kakek-nenek, paman-bibi, saudara,
sepupu dan yang ada hubungan nasab, baik yang dia menjadi tetangga kita,
tetangga RT, tetangga RW maupun lebih dari itu.
Disebutkan pula
kata wal jaril junubi yaitu tetangga yang tidak ada hubungan pertalian
darah, kebalikan dari wal jari dzil qurba, baik itu yang bertetangga dengan
kita adalah teman baik, teman biasa, muslim, kafir, atau pun fasik. Namun, bisa
pula berarti tetangga yang jauh rumahnya dengan kita atau disebut tetangga
kampung. Biasanya dimulai dengan kira-kira usai batas 40 rumah dari segala
arah.
Wash shahibi bil
janbi itu meliputi istri, teman yang menyertai safar, atau siapapun yang menjadi
partner serta kolega kita. Baik itu berpartner dalam ta’lim, bisnis, komunitas
dan berbagai kepentingan lainnya yang bersifat saling melengkapi dalam
kebaikan.
Selanjutnya, diperintahkan
pula untuk berbuat baik pula terhadap anak yatim dan orang-orang miskin. Anak
yatim adalah anak-anak yang ditinggal mati orangtuanya baik ayah, ibu atau
ayahibunya sekaligus, sedang umurnya belum mencapai masa baligh. Kalau orang
miskin adalah orang yang memiliki mata pencaharian akan tetapi masih jauh untuk
mencukupi kebutuhannya. Sebuah pelajaran indah, jika kita ingin hati
kita dilembutkan oleh Allah Ta’ala, ada baiknya kita memperbanyak mengunjungi
dan menyantuni strata kaum ini. Terutama anak yatim, dianjurkan untuk membelai
kepalanya. Mungkin disanalah dia akan merasakan kelembutan dan kenyamanan,
kemudian mendoakan kebaikan.
Adapun Ibnu
Sabil secara harfiah adalah anak jalanan, akan tetapi maksudnya adalah
musafir yang kehabisan bekal. Orang musafir jauh dari kampung halamannya dan
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya, itu ditambah kehabisan bekal.
Bisa dibayangkan bagaimana penderitaannya. Sangat membutuhkan uluran tangan dan
belas kasih.
Maa malakat
aymanukum itu tanggungan kalian, yang dimaksud adalah budak. Budak itu hidupnya
tergantung majikannya dan tidak bisa menjalani hidupnya secara bebas karena
adanya ikatan majikannya tersebut. Pada dirinya sendiri tidak mampu berkehendak
apalagi pada orang lain. Bisa dibayangkan pula, jika majikannya jahat dan
semena-mena, tentu habis riwayatnya dengan segala kesengsaraannya. Namun, Allah
justru membukakan pintu jannah melalui cara yang berlawanan dari karakter
manusia yang semena-mena itu.
Diantara kata mukhtal
(sombong) dan fakhura (bangga) ada satu penekanan karakter sama yaitu
merasa dirinya lebih. Penyebutan kedua kata dalam satu kesempatan ini bukanlah
sia-sia. Jika kita mengupas secara detail, kata mukhtal itu lebih bersifat
pribadi dan tidak banyak pihak yang terlibat. Sementara fakhura itu lebih dekat
pada istilah prestice atau gengsi, yang kebanggaan dirinya itu menuntut bahwa
dirinya selayaknya untuk dipuji dan dihormati. Biasanya dapat dilihat dari
sikap dan cara bicaranya.
Sikap dan Etika Seseorang
Adalah Pantulan Iman
Surat An-Nisa’: 37
itu mengisyaratkan kepada kita akan suatu pesan mendalam, yaitu adab dan
akhlak. Bagian dari keimanan kepada Allah adalah ketika seseorang berakhlak
yang baik dan memuliakan hak-hak individu meski terkadang merelakan hak dirinya
tidak dipenuhi. Orang beriman hanya berpikir bagaimana dalam kehidupannya ini
selalu mengamalkan segala titah Allah dan berusaha menguasai dirinya dari
kemunkaran. Dia menyadari sepenuhnya, bahwa jika dia menyakiti orang lain
berarti dia telah mengurangi hak-hak orang tsb.
Ketika dia
disakiti selagi tidak fatal, meski boleh membalas orang yang menyakitinya tsb.
dia memilih untuk diam dan mendoa kepada Allah. Atau jika perlu membalas, dia
hanya membalas sewajarnya saja, tidak berlebihan. Namun, dia juga tidak tinggal
diam jika ada orang lain disakiti. Dia pasti akan membela, karena membantu sesama
yang hak-haknya dikurangi merupakan bagian dari berbuat baik sesuai perintah
Allah Ta’ala. Imbang dalam segala kondisi dan sikap.
Sekarangpun aku
tak pernah tahu apa yang dimaksudkan ketagihan atom niswara itu. kemungkinan
masih banyak yang mengonsumsi barang-barang tak jelas itu. besok lagi, aku akan
menanyakannya pada bapak atau mbak yang sudah berpengalaman di bidang ini
semua. Mantapkan saja, mungkin sudah jadi barang bawaan yang tak pernah laku.
Dalam memenuhi hak sesama pun ada aturan
mainnya. Tidak asal saja, pada setiap orang dipenuhi haknya pada satu waktu.
Khususnya pada orangtua sebagaimana ayat di atas disebutkan urutan sebagai
dalil skala prioritasnya. Setiap porsi hak-hak itu berbeda-beda. Tentu yang
lebih utama adalah orangtua, orang yang paling berperan dalam keberlangsungan
hidup seseorang. Bahkan hak suaranya melebihi panggilan perang dan jihad fi
sabilillah.
Kemudian kerabat,
karena kerabatlah yang biasa paling memahami dan mengetahui pribadi seseorang. Yang
banyak terjadi, mungkin karena ada kesamaan karakter dan harapan. Terlebih pula
hubungan darah itu tidak bisa dihilangkan dengan surat bermaterai. Sebagaimana
kita tahu, hubungan darah adalah hubungan waris mewarisi, sedang waris mewarisi
itu dalam Islam tidak bisa diputuskan layaknya memotong tali rafia maupun
tambang.
Selanjutnya
berlanjut pada anak yatim dan orang miskin. Hal itu mengondisikan pula, jika
ternyata anak yatim dan orang miskin itu adalah kerabat sendiri. Banyak kasus
terjadi, anak yatim ditelantarkan oleh keluarga besarnya karena dinilai sebagai
parasit. Atau disantuni tapi tidak seindah kata santunan yang didengar, karena
ada maksud-maksud lain yang terselubung semisal agar dianggap orang dermawan,
orang yang baik hati dan suka menolong, dsb. Demikian pula pada orang miskin.
Bahkan lebih dari
itu, Allah mengajarkan pada hambaNya akan kema’rufan sekaligus memenuhi hak-hak
individu tadi, yang individu tadi ternyata merangkap sebagai anak yatim yang
miskin, sekaligus menjadi tetangga pula. Besar haknya untuk sekedar disantuni
tapi juga hak untuk dilindungi dan diperhatikan pendidikannya.
Bukan semata Allah
mengajarkan saja, sebab dibalik penekanan ajaran itu sendiri justru banyak
terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan. Menyakiti kerabat sendiri sudah tak
asing lagi. Apalagi anak yatim yang miskin pula. Alih-alih menyakiti mereka,
menelantarkan dan tidak memanfaatkan mereka lebih baik. Begitu mungkin mereka
berpikir, yaitu pikiran orang-orang yang merasa sombong dan bangga diri telah
menajdi orang kaya dan mampu berbuat apa saja. Padahal justru disaat itulah
rengkuhan jannah membukakan peluang untuk mudah mendapatkannya. Kalau bukan
karena lillahi Ta’ala, sungguh betapa sulitnya itu dilakukan.
Tetangga Salah
Satu Pintu Surga
Pengabdian itu
menuntut kemurniannya dari segala kesyirikan. Pengabdian kepada Allah tidak
hanya disimbolkan pada ibadah ritual semata. Seperti sholat, zakat, puasa,
dzikir, dan haji. Apalagi dalam perkara yang Allah perintahkan ini telah
diabadikan di dalam kalamNya, yaitu dalam bergaul antar sesama dengan cara baik
(Q.S An-Nisa’: 37). Seorang hamba mendapat haknya untuk dikasihi oleh Allah
ketika mereka juga memenuhi hak-hak sesamanya. Sebab, suatu hal yang aneh pada
saat dia menuntut dituruti keinginannya tapi dirinya sendiri tidak memenuhi hak
orang lain.
Demikianlah aturan
itu memerintahkan untuk berbuat baik pada tetangga sebagai manifestasi
pemenuhan hak-hak sesama. Sebagaimana, patuh dan hormat terhadap orangtua serta
tidak menyakiti perasaan mereka. Kerabat serta sanak saudara, terutama paman
dan bibi. Begitu pula tetangga.
Rasulullah saw
bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah
dia memuliakan tetangganya.” (HR. Bukhary Muslim). Hak tetangga tidak main-main
tuntutannya, pertaruhannya adalah keimanan seseorang. Hak-hak tetangga antara
lain, mendapatkan fasilitas doa kebaikan kita, salam, jika mengundang suatu
acara kita memenuhinya, jika sakit maka menjenguknya, jika mengalami musibah
kematian maka mengurusi jenazah dan melayatnya, suka duka kita menyertai
kebersamaan mereka, tidak banyak turut campur urusan mereka selagi tidak
dimintai bantuan, tidak menggunjing mereka dan wajib dijaga harga diri dan
martabatnya. Apalagi jika ternyata mereka adalah tetangga samping rumah yang
merangkap sebagai kerabat dan muslim pula.
Bahkan menjaga
kenyamanan mereka sangat dituntut hingga sekecil apapun itu. contohnya, ketika
seseorang akan membangun rumah pribadi di atas tanah pribadi pula. Dia harus
mempertimbangkan apakah bangunan itu akan memberi dampak negatif pada
tetangganya atau tidak, seperti adakah nantinya mengganggu fentilasinya,
merusak sisi bangungannya, atau bahkan menutup akses jalan utamanya. Atau yang
lainnya, yaitu memasak suatu masakan yang aromanya sedap menyebar kemana-mana.
Bisa diperkirakan jika bau itu tercium pasti siapapun akan mengkhayal untuk menikmatinya.
Bahkan islam sendiri memerintahkan, ketika seseorang memasak dan aroma sedapnya
tercium ke tetangga, maka hendaknya sudi berbagi masakan tersebut.
Lalu bagaimana
tahu bahwa tetangganya turut menikmati aroma sedap masakan kita? Kita adalah
hamba Allah yang dikaruniai akal. Dari akal ini kita bisa menalar dan berpikir
dalam segala hal. Salah satunya memperkirakan apa dan bagaimana tentang
tetangga kita. Kita bisa menganalogikannya secara berbalik, jika suatu hari
kita pernah mencium bau sedap masakannya, berarti demikian pula dengan mereka.
Sederhana sebetulnya, meski begitu akan menjadi lebih baik ketika kita tanpa
susah-susah berpikir apakah tetangga mencium bau masakan kita atau tidak.
Sejurus tanpa dimintai terlebih dahulu kita sudah siap untuk memberi.
Ada juga yang
menjelaskan Urgensi beramah tamah dengan Tetangga itu setingkat dengan ahli
waris. Sebagaimana yang dituturkan oleh Aisyah r.a dari Nabi saw bersabda:
“Jibril terus menerus mewasiatiku berkenaan tentang tetangga, sampai-sampai aku
menyangka bakal menjadi bagian dari ahli waris.” (HR. Bukhary). Hanya saja,
bila ahli waris itu berhak mendapatkan kelemahlembutan sekaligus harta
peninggalan kita, maka tetangga itu menduduki posisi berhak mendapatkan
kebaikan serta pelestarian ikatan yang baik. sebab, tetangga itu orang yang
pertama kali menolong, memperhatikan dan mengetahui kondisi kita. Apalagi jika
ternyata tetangga itu merangkap sebagai saudara/kerabat bahkan muslim pula.
Maka dari sinilah
hakikat keadilan dan kasih sayang itu tumbuh dan berkembang. Jika kita memang
menyukai kedamaian dan kenyamanan hidup rukun dan bahagia, maka memulainya dari
yang kecil dan dari lingkungan di sekitar kita. Wallahu a’alam
1/17/2012
Tunda Nikah itu Pengecut
"Mengapa kamu belum menikah?"
Beberapa waktu lalu, ada seorang teman yang menanyakan kepada saya tentang hal itu. sejenak saya tertegun dengan pertanyaannya yang aneh itu. Sepintas saya menoleh ke arahnya dan memeriksa makna di balik ungkapannya itu, melalui sinar yang bersumber dari bola matanya, maka saya tahu apa yang harus saya jawab.
"Takdir," jawab saya singkat.
pertanyaan aneh yang tak layak untuk saya tanggapi serius. saya pikir itu pertanyaan aneh. Akan lain jika pertanyaan itu sedikit diperbaiki redaksinya. tapi, biarlah pertanyaan itu tak perlu diperpanjang pembahasannya.
"iya, semua tak lepas dari takdir. tapi cobalah intropeksi diri!"
Ha?! intropeksi diri. Memangnya intropeksi diri hanya untuk orang yang belum menikah? sejujurnya saya tertawa mendengar hal itu.Ada selip jengah, meski baik untuk ditolerir barang sebentar. Kalau dipikir-pikir tak ada salahnya jika sedikit membuka diri. Toh, pada dasarnya memang tidak menutup diri. Tampaknya ungkapan itu sengaja memprovokasi saya.
Teman saya tadi tak mau menyerah. Pandangan yang awalnya tadi saya kemas beradu dalam respon yang baik, kini berlanjut pada acuh tak acuh. kemudian dia mengejar dan memaksa dialog berlanjut.
"Kau tahu, pertanyaanmu tadi sungguh konyol."
nada gemas meluncur begitu saja, sengaja saya tampakkan. agar dia tahu bahwa saya tak suka caranya.
"justru konyol itulah harus kau jawab...", serunya lepas tak mau kalah.
saya memandangnya tak mengerti, sambil lalu saya pun tertawa. saya pikir dia bakal malas membahas lebih lanjut tema yang saya rasa tidak penting itu. Kenyataannya dugaan saya salah, malah dia semakin penasaran dengan cercaan pertanyaan demi pertanyaan.
terus terang saya salut dengan kepribadiannya. Teman saya memang sangat perhatian dan pengertian. tak kalah hebat, dia pantang menyerah. sayangnya, kali ini karakternya tidak pas untuk porsi saya.
Ibu muda dari seorang putra yang masih berumur 10 bulan itu telah berhasil membidani minimal 4 pasang dari jasa biro jodohnya, yang telah dia tekuni sejak sebelum menikah. Sejatinya saya bisa paham, saya menjadi target keberhasilannya yang hendak diulangnya.
"Saya belum siap." Kataku singkat.
"Boleh juga alasanmu. tapi, kesiapan apa yang kau maksud itu? Kamu perempuan."
Weleh, memangnya ada apa dengan perempuan. Saya jadi timbul prasangka yang tidak-tidak. Bukan hanya laki-laki saja yang tidak siap, perempuan pun demikian.
"Masih banyak yang harus saya selesaikan." Balasku lagi.
"Maaf, ya. Pada dasarnya kamu bukannya tidak siap, tapi lebih tepat disebut Pengecut!"
Blaar!
Seketika kedua bola mata saya terbelalak kaget. Punggung saya serasa digampar palu godam dari belakang tanpa kesiapan mental sama sekali. Tersinggung ada, tapi saya tidak layak mengabaikan ucapan itu begitu saja. sebuah tindakan bijak adalah saya mencerna dulu makna dibalik ungkapan itu. Pelan tapi pasti saya memberikan peluang pada diri sendiri untuk memahami.
"Kok bisa?"
Secercah senyum simpul mengisyaratkan keberhasilan dalam provokasinya. Saya tahu dia senang. Sesungging senyum keberhasilan nangkring di kedua ujung bibirnya, itu memberikan peluang bagi saya untuk sama-sama saling membuka komunikasi. Saya pikir tak ada salahnya tukar pendapat, biarpun sempat sedikit bikin jengkel.
Hah?!
kata-katanya cukup menghakimi meski tak menutup kemungkinan ada dasarnya pula. Dengan tenang teman saya menatap kedua bola mata saya mengajak beradu tatap. otomatis itu menjadi pandangan menantang sesuai tafsiran saya. meski begitu, saya diam saja. Sekak kunci mati, yang membuat saya tidak bisa membantah. sebab saya tahu, tema yang diangkat dalam dialog kami adalah tema syari'at. saya khawatir jika membantah, ternyata bantahan saya tadi bercampur dengan emosi. emosi yang menguasai salah-salah bumerang di kemudian hari. takdir saya yang jadi korban.
Terlebih saya menyadari seutuhnya bahwa yang mengajak omong adalah orang yang telah menikah. Orang menikah rata-rata pikirannya lebih matang dari orang yang belum menikah.
"Kamu boleh telaah ulang apa yang saya katakan tadi. Jangan tergesa-gesa mementahkannya. Ok, saya selalu setia menanti tanggapanmu tentang ini. Udah dulu ya, saya harus pulang."
Dia berlalu meninggalkan saya sendiri dalam perang hati yang tengah berkecamuk.
Diam-diam jauh di lubuk hati saya yang paling dalam terselip pengakuan. Ya, mungkin ada benarnya saya pengecut... tapi, perlu sedikit koreksi bahwa...
"Saya takut jika kasih sayang ayah saya tidak lagi ada pada orang yang menggantikan posisinya..."
Huhu...
**Cerita ini fiktif belaka. Jika ada kesamaan rasa, pendapat dan kondisi semoga menjadi sumber kebaikan dan tidak keburukan. Ini terinspirasi dari diskusi cekikik saya dengan tetangga sebelah yang ingin mendapat penanganan jasa biro jodoh efek dari pengalaman pembidanan keponakan saya...hehe, piss ya Kawan
Beberapa waktu lalu, ada seorang teman yang menanyakan kepada saya tentang hal itu. sejenak saya tertegun dengan pertanyaannya yang aneh itu. Sepintas saya menoleh ke arahnya dan memeriksa makna di balik ungkapannya itu, melalui sinar yang bersumber dari bola matanya, maka saya tahu apa yang harus saya jawab.
"Takdir," jawab saya singkat.
pertanyaan aneh yang tak layak untuk saya tanggapi serius. saya pikir itu pertanyaan aneh. Akan lain jika pertanyaan itu sedikit diperbaiki redaksinya. tapi, biarlah pertanyaan itu tak perlu diperpanjang pembahasannya.
"iya, semua tak lepas dari takdir. tapi cobalah intropeksi diri!"
Ha?! intropeksi diri. Memangnya intropeksi diri hanya untuk orang yang belum menikah? sejujurnya saya tertawa mendengar hal itu.Ada selip jengah, meski baik untuk ditolerir barang sebentar. Kalau dipikir-pikir tak ada salahnya jika sedikit membuka diri. Toh, pada dasarnya memang tidak menutup diri. Tampaknya ungkapan itu sengaja memprovokasi saya.
Teman saya tadi tak mau menyerah. Pandangan yang awalnya tadi saya kemas beradu dalam respon yang baik, kini berlanjut pada acuh tak acuh. kemudian dia mengejar dan memaksa dialog berlanjut.
"Kau tahu, pertanyaanmu tadi sungguh konyol."
nada gemas meluncur begitu saja, sengaja saya tampakkan. agar dia tahu bahwa saya tak suka caranya.
"justru konyol itulah harus kau jawab...", serunya lepas tak mau kalah.
mencari secercah jawaban disela-sela gurat kegelisahan |
saya memandangnya tak mengerti, sambil lalu saya pun tertawa. saya pikir dia bakal malas membahas lebih lanjut tema yang saya rasa tidak penting itu. Kenyataannya dugaan saya salah, malah dia semakin penasaran dengan cercaan pertanyaan demi pertanyaan.
terus terang saya salut dengan kepribadiannya. Teman saya memang sangat perhatian dan pengertian. tak kalah hebat, dia pantang menyerah. sayangnya, kali ini karakternya tidak pas untuk porsi saya.
Ibu muda dari seorang putra yang masih berumur 10 bulan itu telah berhasil membidani minimal 4 pasang dari jasa biro jodohnya, yang telah dia tekuni sejak sebelum menikah. Sejatinya saya bisa paham, saya menjadi target keberhasilannya yang hendak diulangnya.
"Saya belum siap." Kataku singkat.
"Boleh juga alasanmu. tapi, kesiapan apa yang kau maksud itu? Kamu perempuan."
Weleh, memangnya ada apa dengan perempuan. Saya jadi timbul prasangka yang tidak-tidak. Bukan hanya laki-laki saja yang tidak siap, perempuan pun demikian.
"Masih banyak yang harus saya selesaikan." Balasku lagi.
"Maaf, ya. Pada dasarnya kamu bukannya tidak siap, tapi lebih tepat disebut Pengecut!"
Blaar!
Seketika kedua bola mata saya terbelalak kaget. Punggung saya serasa digampar palu godam dari belakang tanpa kesiapan mental sama sekali. Tersinggung ada, tapi saya tidak layak mengabaikan ucapan itu begitu saja. sebuah tindakan bijak adalah saya mencerna dulu makna dibalik ungkapan itu. Pelan tapi pasti saya memberikan peluang pada diri sendiri untuk memahami.
"Kok bisa?"
Secercah senyum simpul mengisyaratkan keberhasilan dalam provokasinya. Saya tahu dia senang. Sesungging senyum keberhasilan nangkring di kedua ujung bibirnya, itu memberikan peluang bagi saya untuk sama-sama saling membuka komunikasi. Saya pikir tak ada salahnya tukar pendapat, biarpun sempat sedikit bikin jengkel.
"Tiga hal yang sangat mungkin sekali. Kamu takut terikat, takut tanggung jawab, atau terlalu banyak maksiat."
Hah?!
kata-katanya cukup menghakimi meski tak menutup kemungkinan ada dasarnya pula. Dengan tenang teman saya menatap kedua bola mata saya mengajak beradu tatap. otomatis itu menjadi pandangan menantang sesuai tafsiran saya. meski begitu, saya diam saja. Sekak kunci mati, yang membuat saya tidak bisa membantah. sebab saya tahu, tema yang diangkat dalam dialog kami adalah tema syari'at. saya khawatir jika membantah, ternyata bantahan saya tadi bercampur dengan emosi. emosi yang menguasai salah-salah bumerang di kemudian hari. takdir saya yang jadi korban.
Terlebih saya menyadari seutuhnya bahwa yang mengajak omong adalah orang yang telah menikah. Orang menikah rata-rata pikirannya lebih matang dari orang yang belum menikah.
"Kamu boleh telaah ulang apa yang saya katakan tadi. Jangan tergesa-gesa mementahkannya. Ok, saya selalu setia menanti tanggapanmu tentang ini. Udah dulu ya, saya harus pulang."
Dia berlalu meninggalkan saya sendiri dalam perang hati yang tengah berkecamuk.
Diam-diam jauh di lubuk hati saya yang paling dalam terselip pengakuan. Ya, mungkin ada benarnya saya pengecut... tapi, perlu sedikit koreksi bahwa...
"Saya takut jika kasih sayang ayah saya tidak lagi ada pada orang yang menggantikan posisinya..."
Huhu...
di balik punggung sosok penanggung |
**Cerita ini fiktif belaka. Jika ada kesamaan rasa, pendapat dan kondisi semoga menjadi sumber kebaikan dan tidak keburukan. Ini terinspirasi dari diskusi cekikik saya dengan tetangga sebelah yang ingin mendapat penanganan jasa biro jodoh efek dari pengalaman pembidanan keponakan saya...hehe, piss ya Kawan
Langganan:
Postingan (Atom)