8/26/2012

Roda Waktu


Kenikmatan itu sering diidentikkan dengan rejeki melimpah dan serba enak. Dan itu memang tidak bisa ditolak. Kenyataannya kebahagiaan selalu diharapkan oleh banyak orang. Diharapkan selalu hadir pada kehidupan seseorang, dan menolak kesusahan. Sebab kesusahan dianggap sebagai petaka dan adzab dari ilahi. Hal itu ditegaskan pada surat Al Fajr 15-16 Kebahagiaan datang, tentu kita senang. Kesusahan hadir, tentu kita sedih. Itu sudah menjadi sebuah ketetapan. Wajar. Namun, hakikat dari bahagia dan susah itu ujian. Yang jadi masalah ketika ujian itu dikategorikan antara nikmat atau adzab. 

Continue Reading...

Rindu Ibu (1)

Aku rindu ibu, maka ku bergegas pergi ke rumahnya. lebih tepatnya peninggalannya dulu. disanalah ku injakkan kaki pada ubin yang menyimpan ragam kenangan masa silam. Ada aku, ibu dan adikku. Rumah ibu kini kososng. Tak ada yang menempatinya, selain hanya diriuhkan pipitan burung2 parkit. Sedianya burung-burung itu dibuatkan kandang disana, untuk menjadi investasi kakak, juga memanfaatkan lahan kosong. Aku tergugu bisu. Ibuku sayang... ibuku malang... 

Continue Reading...

7/19/2012

Awal Ramadhan itu Awesome

Allahumma shalli 'ala Muhammad wa ala ali Muhammad, kamaa shallayta ala ali ibrahim wa ala ali ibrahim innaka hamidun majid.

Hari Jum’at memang hari paling awesome seduaniaaah.

Hari ini merupakan awal Ramadhan bagiku di tahun 1433 H. Sejak beberapa hari yang lalu, banyak teman menanyakan awal Ramadhan. Saat itu aku menjawab: “Aku Tidak Tahu”.

Kenyataannya memang begitu, aku tidak tahu tepatnya. Sebab semenit ke depannya saja, adalah perkara ghaib. Sekalipun dari ilmu hisab bisa diperkirakan, nyatanya itu adalah nilai kira-kira. Takdir bisa meleset dari perkiraan. Hmm...

Continue Reading...

7/11/2012

Kumpulan Tips Gila

Tampaknya Hidup memang sangat membutuhkan tips. Apapun itu tips, tetaplah tips memberdayakan diri sendiri dan orang lain. Demikian tips ini dibuat 

Tips menghemat cucian, agar hidup tidak habis dihantui tugas cuci dn mandi...

1. Agendakn 3 atw 4 saja dalam sepekan.

2. Cuci segera pakaian usai pakai segera setelah mandi. Jangan menunda.

3. Jangan membiasakn diri menggantung pakaian daur ulang (masih layak meski usai pakai). Khawatir dimana2 baju dn itu memancing anda untuk mengambil baju di kas lemari. Program hemat baju sepekan terancam ambyar.


Continue Reading...

7/10/2012

jalan kenangan



merajai ketika hendak dimangsa. momen musywil kemarin di semarang...


Peserta dan delegasi dari FLP cabang purwokerto

Continue Reading...

7/09/2012

Ketiduran Bukan Berarti Kelelahan :D




Continue Reading...

Even Bulan Suci

Ada banyak makna penting dari ibadah Ramadan, salah satunya adalah mendidik kedisiplinan. Ada tiga bentuk disiplin yang dapat diperoleh dari puasa.

Pertama: disiplin dalam menunaikan kewajiban, apalagi kewajiban ini telah diharuskan kepada generasi sebelum kita. Ini berarti tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mau melaksanakan segala bentuk kewajiban dalam hidup.
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS al-Baqarah [2]:183).
Utang juga kewajiban yang harus kita tunaikan, baik kepada Allah SWT maupun kepada manusia. Karena bila kewajiban puasa belum kita tunaikan dengan alasan tertentu, maka kewajiban itu tidak gugur begitu saja, tapi harus diganti dengan berpuasa pada kesempatan lain atau menggantinya dengan fidiah.
"Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui," (QS al-Baqarah [2]:184).

Continue Reading...

Sekilas





malam ini aku sendiri. berteman sate dan pendar teknologi. ku torehkan tinta dalam untaian aksara. menjelajahi alam fantasi. menyelami dunia imajinasi. 
Continue Reading...

5/06/2012

watak dan bahasa

Antara kepribadian dan bahasa.

Bahasa memiliki keterkaitan dengan watak dan kematangan seseorang. Apakah itu benar? bisa jadi...
tapi hal itu tidak menjamin kebenaran yang mutlak. 

Mulutmu adalah harimaumu. Bahasamu adalah perwujudan jati dirimu. Apa hal itu benar?
Hmm, saya tersenyum saja ketika pertanyaan itu disodorkan. 
adalah Pramoedya A. T mengemukakan di dalam wawancaranya dengan 

seperti pagi ini, ketika sejatinya diawali dengan kebahagiaa dan semangat, justru kata-kata pedih menyayat menjadi kemasan aktivitas. seorang saudara dari tanah seberang, menyapa melalui inbox. Dari inbox itu dia berharap untuk bisa mengorek segala hal tentang saya. saya hanya bisa tersenyum. apa maunya saya juga belum paham. 
dulu dia sempat meminta nope saya. saya tidak memberikannya. sebab, mengenalnya saja hanya sebatas Facebook. Itu pun dari komen-komen kecil yang sesekali menimbrung disana. saya tahu, ada gejala disana. dan itu dibenarkan oleh sebagian Audiens yang juga teman-teman saya.

saya pikir ada baiknya jika tidak sekarang. setidaknya saya silaturrahmi melalui chat atau video. Dia beralasan tidak bisa. Ah, maunya apa....??

Continue Reading...

5/01/2012

Adikku

Alhamdulillah...

Hari ini begitu special. setelah sekian lama, membutakan diri dari blogodok, Allah mengijinkan akuh berdansa lagi dengan jemariku. 

Suatu sanjungan tersendiri, sejak sabtu lalu adikku pulang kampung. dalam kurun hampir sepekan waktu efektif untuk ngobrol dengannya baru semalam. Betapa momen awesome yang wajib diabadikan. Uwuh!
Oh ya, adikku... sayangku
biasa dipanggil Iim. dia adikku pas di bawah urutan keluarga. dia terlahir setahun sesudahku. aku anak ke-9 dan dia yang ke-10. sejak kecil kami selalu bersama. kebersamaan itu membuat kami dianggap saudara kembar. kebetulan dalam dasawarsa baju-baju kami selalu kembar. 

Continue Reading...

1/26/2012

Istikharah Cinta

"Enthit...enthit...Greet"

jeritan 'entit-entit' mengusik kesenyapanku yang tengah menyetrika pakaian usai dijemur. Sebuah sms masuk dari seorang sahabat yang baik hati. senyumanku pun bertengger di sela-sela  peluh yang merenggut sudut bibirku. Hm, ada apa gerangan?


begitu sms ku buka...

"Ketahuilah, ajaran salafi, wahabi, muhammadiyah, LDII, N.U, persis, tidak menggunakan istikharah cinta dan mereka berpegang hadits tentang jawaban si wanita jika dilamar diam itu mengiyakan. Jadi pada zaman rasulullah sampai daulah fathimiyah runtuh, pria yang mengkhitbah langsung dapat jawabannya dari wanita tanpa istikharah. Jika ada hadits yang menyatakan istikharah terlebih dahulu, saya mohon dikirimi teksnya. (sms dari ikhwan calon saya, Ukh..)"


Awal kata pembuka dari serangkaian kalimatnya, sempat ku kira sms nasihat atau wawasan khazanah keilmuan. Tak tahunya... akar masalah ada di ekor kalimat.
Si ikhwan melamar sahabat saya yang akhwat. terus si akhwat belum menjawab kepastian terima tolaknya degnan alasan butuh istikharah dulu. Kini terjadi perdebatan seru antara si ikh dan si akh. perang sms kali ya...


jadi ceritanya sms diforward ke saya nih. Oke deh... Saya pikir
tak ada masalah.  Yang pasti si ukht sahabat saya itu share dan meminta saran yang bisa jadi pencerah.


saya pun mengirim balasan. Tidak saya ulas sms clometan si ikh tadi. Cukup saya menyarankan yang hemat energi, hemat biaya...


"jawab simple aja: Anda penganut ajaran Islam atau sekte-sekte itu?"


jujur saja, balasan itu sengaja saya kirim karena di benak saya terlalu meluap-luap keinginan untuk menjelaskan panjang lebar. Di sisi lain, media penjelasnya tidak memungkinkan diri untuk berbusa-busa dalam bingkai kata. Dan pula, hemat energi sekaligus mengajak obyek yang diajak bicara-dalam konteks ini adalah si ikhwan- untuk berpikir ulang dengan argumen uniknya itu.


Saya hanya tersenyum santai. Sahabat saya pun tersenyum. gimana coba senyumnya? kirim sms kali.


Aneh juga ya...
sejenak saya tercenung dengan argumen si ikhwan tsb. Apa dia tidak pernah mendengar adanya hadits tentang ajaran istikharah pada setiap perkara. Apapun itu, tak terkecuali urusan cinta. Ukh, berat nian istilahnya.
Jangankan urusan cinta, misalkan mau tebang pohon depan rumah sendiri, boleh kok istikharah.


عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ الله رَضِيَ الله عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنَ القُرْآنِ، يَقُولُ:
"إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ، فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الفَرِيضَةِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ العَظِيمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلَّامُ الغُيُوبِ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي - أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ - فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي، ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي - أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ - فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ، وَاقْدُرْ لِي الخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ أَرْضِنِي بِهِ" قَالَ: «وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ»
Artinya:

dari Jabir bin Abdillah r.a berkata: Rasulullah saw mengajari kami istikharah pada setiap perkara apapun, sebagaimana beliau mengajari kami surat pada Al-Qur'an. Beliau bersabda: 
((Jika salah seorang dari kalian punya keinginan pada suatu perkara, maka hendaklah dia ruku'-shalat- dua raka'at selain shalat wajib. Kemudian berdoa: "Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah-minta pendapat- dengan pengetahuanMU. Aku meminta kemampuan padaMU dengan KuasaMU. Aku memintaMU dari kelebihanMu yang agung. Engkau berkuasa sementara aku tidak mampu. Engkau tahu sementara aku tidak tahu. Sedang Engkau Maha Mengetahui keghaiban. Ya Allah jika Engkau tahu bahwa perkara ini baik untukku, agamaku, kehidupanku, serta akibat perkaraku-(atau urusan dunia dan akhiratku)- maka putuskanlah dan mudahkanlah ia untukku, lalu berkahilah untukku dalam hal itu. Dan jika Engkau tahu bahwa itu buruk untukku, agamaku, kehidupanku, serta dampak perkaraku-atau urusan dunia dan akhiratku- maka palingkanlah ia dariku serta palingkan aku darinya. kemudian tetapkanlah untukku kebaikan dimana saja, ridhoilah aku dengannya."))
Kemudian beliau melanjutkan ucapannya <<kebutuhannya disebutkan>>
HR. Bukhary

sesuai penuturan sahabat selaku pengemban sabda rasul itu, "Rasulullah saw mengajari kami istikharah pada setiap perkara apapun,"



perkara apapun itu mencakup perkara 'cinta'. 
**upss, ekstrim amat istilahnya yak.

Saya sendiri tak habis pikir dengan itu semua. makin merasa aneh dengan cara pikirnya. Kira-kira referensinya apa dan darimana si ikhwan itu bisa berargumen macam itu? Apa dia sudah survey kepada seluruh ulama pada masing-masing madzhab tersebut. Seolah-olah dia telah mendatangi satu persatu para penganut paham sekte-sekte di atas, sehingga berani mengambil kesimpulan yang saya pikir terlalu prematur. 

**Emang bayi?

Sayangnya, hingga note ini diposting saya belum mendapatkan jawaban pasti asal muasal kesimpulan itu dilahirkan. Jujur saya penasaran juga, meski mengakui bahwa itu wawasan baru yang tidak pantas untuk diremehkan.

   
Kalaupun pada pendapatnya berkenaan "...jawaban si wanita jika dilamar diam itu mengiyakan" saya setuju. memang benar adanya itu sesuai ajaran Islam. Gadis yang dilamar, biasanya rasa malunya lebih besar. Rasa malu ini mengalahkan kuasanya untuk menyuarakan keputusan. Nah, suara tak pastinya inilah justru menjadi jawaban pasti, hal itu dihukumi sebagai persetujuannya.
Masalahnya, kalau ternyata diam itu diartikan dalam kondisi apapun.

Ya, nanti dulu...

Gimana jika...Diam disini masih sangat luas artiannya. 

>>> Diam belum sempat jawab, karena shock
>>> Diam karena sakit dan belum bisa bicara
>>> Diam karena masih mengatur jawaban tapi waktu mepet
>>> Diam karena bisu
>>> Diam... (diam-diam, aku mengagumimu...hehe)
>>> dan Diam apalagi ya...


Nah, itu perlu didetailkan ulang. tidak asal diam lalu dihukumi mengiyakan dalam arti setuju. Bisa aja nih orang.


Oh ya, kalo boleh usul, bagi akhwatnya bisa juga untuk menyiasati. jangan DIAM, tapi jawab saja...

"beri saya kesempatan untuk berpikir/istikharah."


**Tuh kan. Klu gini kan Gak diam jah.


Kemudian saya juga geli dengan istilah istikharah cinta. 

ya jelas dong, Mas... memang benar jika mereka tidak menggunakan istikharah cinta karena memang istikharah cinta itu tidak ada. yang ada istikharah untuk segala hal. 


Istikharah itu menurut paham saya adalah sharing kepada Allah Ta'ala. Minta pendapat dan tanggapanNya. Namanya aja minta pendapat, ya layaknya meeting kantoran gitu. Bedanya ini mah sama Kaisar di atas segala Kaisar.

Ada juga yang menjelaskan istikharah itu menghilangkan keraguan. Itu juga benar. Perlu ditambahkan pula, tidak semata-mata hilangkan keraguan. Sebab banyak kasus, sesudah istikharah masih juga merasa was-was dan ragu.  Ada kemungkinan adalah...

1.) Sudah menjadi jawaban untuk tidak meneruskan Niat atau keinginan pada perkaranya.

2.) Tergoda dengan bisikan lain, di luar hati nurani. Hati nurani itu biasanya muncul di awal desiran hati. sifatnya lembut, tipis nan berinti. Ibarat cahaya lilin pada malam hari di padang rumput yang luas nan gelap. Ada cahaya di sana, tapi kecil nyaris tiada meski hakikatnya ada. Suara kecil nan berinti itu justru menjadi sumber kekuatan dalam menentukan keputusan.

3.) **kok lupa... ??? :(



Nah, kalo sekedar diartikan menghilangkan keraguan, lha kok ini malah timbul keraguan. 
Oleh karena itu, pengertian itu tidak cocok jika istikharah dilakukan dalam rangka semata-mata obat jerawat, eh penghilang ragu.


Mungkin sampai sini dulu. Moga memberi manfaat ^^




Walillahil Hamdu. Alhamdulillah

Bagi yang komen pertama, berhak mendapatkan marchandise dari Ukasah Habiby Collection

Continue Reading...

1/24/2012

Interaksi Santun dengan Tetangga


bismillah

((Sembahlah Allah dan jangan persekutukan Dia dengan sesuatu apapun. Berbuat baiklah kepada kedua orangtua, kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan budak kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan berbangga diri. Q.S An-Nisa’ : 37 ))

U’budu itu artian secara globalnya adalah menyembah. Kata Menyembah meliputi pengabdian, keseriusan dan kesetiaan yang tiada terbatas. Menyembah Allah beriring dengan larangan untuk menyekutukanNya, yaitu Laa tusyriku.  Sedangkan menyekutukan itu adalah memprioritaskan sesuatu lebih di atas prioritas kepada Allah Ta’ala. Padahal sudah menjadi kepastian pada sebuah efek domino, Orang yang menyembah Allah, berarti dia tidak menyekutukanNya. Ketika seorang hamba menyekutukanNya pasti tidak menyembahNya. Ini kaidah mendasar dalam hubungan antara hamba dengan pemeliharanya.
Wabil walidayni ihsaana disebut pertama kali usai penyebutan pengabdian kepada Allah Ta’ala. Kalimat itu menjadi awal pembuka dalam hubungan antar sesama. Pada hakikatnya, diakui atau tidak, hak orangtua itu memang utama dari segenap hak manusia yang lain. Itu sudah menjadi prinsip yang tidak bisa disangkal maupun diganggu gugat. Sedang yang memiliki hubungan paling dekat setelah orangtua adalah Dzil Qurba. Artian harfiahnya adalah yang memiliki ikatan kekerabatan atau hubungan darah.
Kemudian kata wal jari dzil qurba itu tetangga dekat rumah kita atau yang memiliki hubungan kekerabatan. Bahkan ada yang berpendapat dzil qurba ini ditekankan pada keislamannya, yaitu kedekatan emosional antara saudara seaqidah melebihi kedekatan dengan saudara kandung. Sebab keislaman seseorang itu bisa mengalahkan hak saudara sedarah yang non-muslim. Kerabat meliputi kakek-nenek, paman-bibi, saudara, sepupu dan yang ada hubungan nasab, baik yang dia menjadi tetangga kita, tetangga RT, tetangga RW maupun lebih dari itu.
Disebutkan pula kata wal jaril junubi yaitu tetangga yang tidak ada hubungan pertalian darah, kebalikan dari wal jari dzil qurba, baik itu yang bertetangga dengan kita adalah teman baik, teman biasa, muslim, kafir, atau pun fasik. Namun, bisa pula berarti tetangga yang jauh rumahnya dengan kita atau disebut tetangga kampung. Biasanya dimulai dengan kira-kira usai batas 40 rumah dari segala arah.
Wash shahibi bil janbi itu meliputi istri, teman yang menyertai safar, atau siapapun yang menjadi partner serta kolega kita. Baik itu berpartner dalam ta’lim, bisnis, komunitas dan berbagai kepentingan lainnya yang bersifat saling melengkapi dalam kebaikan.
Selanjutnya, diperintahkan pula untuk berbuat baik pula terhadap anak yatim dan orang-orang miskin. Anak yatim adalah anak-anak yang ditinggal mati orangtuanya baik ayah, ibu atau ayahibunya sekaligus, sedang umurnya belum mencapai masa baligh. Kalau orang miskin adalah orang yang memiliki mata pencaharian akan tetapi masih jauh untuk mencukupi kebutuhannya. Sebuah pelajaran indah, jika kita ingin hati kita dilembutkan oleh Allah Ta’ala, ada baiknya kita memperbanyak mengunjungi dan menyantuni strata kaum ini. Terutama anak yatim, dianjurkan untuk membelai kepalanya. Mungkin disanalah dia akan merasakan kelembutan dan kenyamanan, kemudian mendoakan kebaikan.
Adapun Ibnu Sabil secara harfiah adalah anak jalanan, akan tetapi maksudnya adalah musafir yang kehabisan bekal. Orang musafir jauh dari kampung halamannya dan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya, itu ditambah kehabisan bekal. Bisa dibayangkan bagaimana penderitaannya. Sangat membutuhkan uluran tangan dan belas kasih.
Maa malakat aymanukum itu tanggungan kalian, yang dimaksud adalah budak. Budak itu hidupnya tergantung majikannya dan tidak bisa menjalani hidupnya secara bebas karena adanya ikatan majikannya tersebut. Pada dirinya sendiri tidak mampu berkehendak apalagi pada orang lain. Bisa dibayangkan pula, jika majikannya jahat dan semena-mena, tentu habis riwayatnya dengan segala kesengsaraannya. Namun, Allah justru membukakan pintu jannah melalui cara yang berlawanan dari karakter manusia yang semena-mena itu.
Diantara kata mukhtal (sombong) dan fakhura (bangga) ada satu penekanan karakter sama yaitu merasa dirinya lebih. Penyebutan kedua kata dalam satu kesempatan ini bukanlah sia-sia. Jika kita mengupas secara detail, kata mukhtal itu lebih bersifat pribadi dan tidak banyak pihak yang terlibat. Sementara fakhura itu lebih dekat pada istilah prestice atau gengsi, yang kebanggaan dirinya itu menuntut bahwa dirinya selayaknya untuk dipuji dan dihormati. Biasanya dapat dilihat dari sikap dan cara bicaranya.

Sikap dan Etika Seseorang Adalah Pantulan Iman
Surat An-Nisa’: 37 itu mengisyaratkan kepada kita akan suatu pesan mendalam, yaitu adab dan akhlak. Bagian dari keimanan kepada Allah adalah ketika seseorang berakhlak yang baik dan memuliakan hak-hak individu meski terkadang merelakan hak dirinya tidak dipenuhi. Orang beriman hanya berpikir bagaimana dalam kehidupannya ini selalu mengamalkan segala titah Allah dan berusaha menguasai dirinya dari kemunkaran. Dia menyadari sepenuhnya, bahwa jika dia menyakiti orang lain berarti dia telah mengurangi hak-hak orang tsb.
Ketika dia disakiti selagi tidak fatal, meski boleh membalas orang yang menyakitinya tsb. dia memilih untuk diam dan mendoa kepada Allah. Atau jika perlu membalas, dia hanya membalas sewajarnya saja, tidak berlebihan. Namun, dia juga tidak tinggal diam jika ada orang lain disakiti. Dia pasti akan membela, karena membantu sesama yang hak-haknya dikurangi merupakan bagian dari berbuat baik sesuai perintah Allah Ta’ala. Imbang dalam segala kondisi dan sikap.
Sekarangpun aku tak pernah tahu apa yang dimaksudkan ketagihan atom niswara itu. kemungkinan masih banyak yang mengonsumsi barang-barang tak jelas itu. besok lagi, aku akan menanyakannya pada bapak atau mbak yang sudah berpengalaman di bidang ini semua. Mantapkan saja, mungkin sudah jadi barang bawaan yang tak pernah laku.
 Dalam memenuhi hak sesama pun ada aturan mainnya. Tidak asal saja, pada setiap orang dipenuhi haknya pada satu waktu. Khususnya pada orangtua sebagaimana ayat di atas disebutkan urutan sebagai dalil skala prioritasnya. Setiap porsi hak-hak itu berbeda-beda. Tentu yang lebih utama adalah orangtua, orang yang paling berperan dalam keberlangsungan hidup seseorang. Bahkan hak suaranya melebihi panggilan perang dan jihad fi sabilillah.
Kemudian kerabat, karena kerabatlah yang biasa paling memahami dan mengetahui pribadi seseorang. Yang banyak terjadi, mungkin karena ada kesamaan karakter dan harapan. Terlebih pula hubungan darah itu tidak bisa dihilangkan dengan surat bermaterai. Sebagaimana kita tahu, hubungan darah adalah hubungan waris mewarisi, sedang waris mewarisi itu dalam Islam tidak bisa diputuskan layaknya memotong tali rafia maupun tambang.
Selanjutnya berlanjut pada anak yatim dan orang miskin. Hal itu mengondisikan pula, jika ternyata anak yatim dan orang miskin itu adalah kerabat sendiri. Banyak kasus terjadi, anak yatim ditelantarkan oleh keluarga besarnya karena dinilai sebagai parasit. Atau disantuni tapi tidak seindah kata santunan yang didengar, karena ada maksud-maksud lain yang terselubung semisal agar dianggap orang dermawan, orang yang baik hati dan suka menolong, dsb. Demikian pula pada orang miskin.
Bahkan lebih dari itu, Allah mengajarkan pada hambaNya akan kema’rufan sekaligus memenuhi hak-hak individu tadi, yang individu tadi ternyata merangkap sebagai anak yatim yang miskin, sekaligus menjadi tetangga pula. Besar haknya untuk sekedar disantuni tapi juga hak untuk dilindungi dan diperhatikan pendidikannya.
Bukan semata Allah mengajarkan saja, sebab dibalik penekanan ajaran itu sendiri justru banyak terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan. Menyakiti kerabat sendiri sudah tak asing lagi. Apalagi anak yatim yang miskin pula. Alih-alih menyakiti mereka, menelantarkan dan tidak memanfaatkan mereka lebih baik. Begitu mungkin mereka berpikir, yaitu pikiran orang-orang yang merasa sombong dan bangga diri telah menajdi orang kaya dan mampu berbuat apa saja. Padahal justru disaat itulah rengkuhan jannah membukakan peluang untuk mudah mendapatkannya. Kalau bukan karena lillahi Ta’ala, sungguh betapa sulitnya itu dilakukan.

Tetangga Salah Satu Pintu Surga
Pengabdian itu menuntut kemurniannya dari segala kesyirikan. Pengabdian kepada Allah tidak hanya disimbolkan pada ibadah ritual semata. Seperti sholat, zakat, puasa, dzikir, dan haji. Apalagi dalam perkara yang Allah perintahkan ini telah diabadikan di dalam kalamNya, yaitu dalam bergaul antar sesama dengan cara baik (Q.S An-Nisa’: 37). Seorang hamba mendapat haknya untuk dikasihi oleh Allah ketika mereka juga memenuhi hak-hak sesamanya. Sebab, suatu hal yang aneh pada saat dia menuntut dituruti keinginannya tapi dirinya sendiri tidak memenuhi hak orang lain.
Demikianlah aturan itu memerintahkan untuk berbuat baik pada tetangga sebagai manifestasi pemenuhan hak-hak sesama. Sebagaimana, patuh dan hormat terhadap orangtua serta tidak menyakiti perasaan mereka. Kerabat serta sanak saudara, terutama paman dan bibi. Begitu pula tetangga.
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tetangganya.” (HR. Bukhary Muslim). Hak tetangga tidak main-main tuntutannya, pertaruhannya adalah keimanan seseorang. Hak-hak tetangga antara lain, mendapatkan fasilitas doa kebaikan kita, salam, jika mengundang suatu acara kita memenuhinya, jika sakit maka menjenguknya, jika mengalami musibah kematian maka mengurusi jenazah dan melayatnya, suka duka kita menyertai kebersamaan mereka, tidak banyak turut campur urusan mereka selagi tidak dimintai bantuan, tidak menggunjing mereka dan wajib dijaga harga diri dan martabatnya. Apalagi jika ternyata mereka adalah tetangga samping rumah yang merangkap sebagai kerabat dan muslim pula.
Bahkan menjaga kenyamanan mereka sangat dituntut hingga sekecil apapun itu. contohnya, ketika seseorang akan membangun rumah pribadi di atas tanah pribadi pula. Dia harus mempertimbangkan apakah bangunan itu akan memberi dampak negatif pada tetangganya atau tidak, seperti adakah nantinya mengganggu fentilasinya, merusak sisi bangungannya, atau bahkan menutup akses jalan utamanya. Atau yang lainnya, yaitu memasak suatu masakan yang aromanya sedap menyebar kemana-mana. Bisa diperkirakan jika bau itu tercium pasti siapapun akan mengkhayal untuk menikmatinya. Bahkan islam sendiri memerintahkan, ketika seseorang memasak dan aroma sedapnya tercium ke tetangga, maka hendaknya sudi berbagi masakan tersebut.
Lalu bagaimana tahu bahwa tetangganya turut menikmati aroma sedap masakan kita? Kita adalah hamba Allah yang dikaruniai akal. Dari akal ini kita bisa menalar dan berpikir dalam segala hal. Salah satunya memperkirakan apa dan bagaimana tentang tetangga kita. Kita bisa menganalogikannya secara berbalik, jika suatu hari kita pernah mencium bau sedap masakannya, berarti demikian pula dengan mereka. Sederhana sebetulnya, meski begitu akan menjadi lebih baik ketika kita tanpa susah-susah berpikir apakah tetangga mencium bau masakan kita atau tidak. Sejurus tanpa dimintai terlebih dahulu kita sudah siap untuk memberi.  
Ada juga yang menjelaskan Urgensi beramah tamah dengan Tetangga itu setingkat dengan ahli waris. Sebagaimana yang dituturkan oleh Aisyah r.a dari Nabi saw bersabda: “Jibril terus menerus mewasiatiku berkenaan tentang tetangga, sampai-sampai aku menyangka bakal menjadi bagian dari ahli waris.” (HR. Bukhary). Hanya saja, bila ahli waris itu berhak mendapatkan kelemahlembutan sekaligus harta peninggalan kita, maka tetangga itu menduduki posisi berhak mendapatkan kebaikan serta pelestarian ikatan yang baik. sebab, tetangga itu orang yang pertama kali menolong, memperhatikan dan mengetahui kondisi kita. Apalagi jika ternyata tetangga itu merangkap sebagai saudara/kerabat bahkan muslim pula.
Maka dari sinilah hakikat keadilan dan kasih sayang itu tumbuh dan berkembang. Jika kita memang menyukai kedamaian dan kenyamanan hidup rukun dan bahagia, maka memulainya dari yang kecil dan dari lingkungan di sekitar kita. Wallahu a’alam



Continue Reading...

1/17/2012

Tunda Nikah itu Pengecut

"Mengapa kamu belum menikah?"
Beberapa waktu lalu, ada seorang teman yang menanyakan kepada saya tentang hal itu. sejenak saya tertegun dengan pertanyaannya yang aneh itu. Sepintas saya menoleh ke arahnya dan memeriksa makna di balik ungkapannya itu, melalui sinar yang bersumber dari bola matanya, maka saya tahu apa yang harus saya jawab.

"Takdir," jawab saya singkat.

pertanyaan aneh yang tak layak untuk saya tanggapi serius. saya pikir itu pertanyaan aneh. Akan lain jika pertanyaan itu sedikit diperbaiki redaksinya. tapi, biarlah pertanyaan itu tak perlu diperpanjang pembahasannya.

"iya, semua tak lepas dari takdir. tapi cobalah intropeksi diri!"

Ha?! intropeksi diri. Memangnya intropeksi diri hanya untuk orang yang belum menikah? sejujurnya saya tertawa mendengar hal itu.Ada selip jengah, meski baik untuk ditolerir barang sebentar. Kalau dipikir-pikir tak ada salahnya jika sedikit membuka diri. Toh, pada dasarnya memang tidak menutup diri. Tampaknya ungkapan itu sengaja memprovokasi saya.
Teman saya tadi tak mau menyerah. Pandangan yang awalnya tadi saya kemas beradu dalam respon yang baik, kini berlanjut pada acuh tak acuh. kemudian dia mengejar dan memaksa dialog berlanjut.


"Kau tahu, pertanyaanmu tadi sungguh konyol."
nada gemas meluncur begitu saja, sengaja saya tampakkan. agar dia tahu bahwa saya tak suka caranya.

"justru konyol itulah harus kau jawab...", serunya lepas tak mau kalah.
mencari secercah jawaban disela-sela gurat kegelisahan



saya memandangnya tak mengerti, sambil lalu saya pun tertawa. saya pikir dia bakal malas membahas lebih lanjut tema yang saya rasa tidak penting itu. Kenyataannya dugaan saya salah, malah dia semakin penasaran dengan cercaan pertanyaan demi pertanyaan. 

terus terang saya salut dengan kepribadiannya. Teman saya memang sangat perhatian dan pengertian. tak kalah hebat, dia pantang menyerah. sayangnya, kali ini karakternya tidak pas untuk porsi saya.
Ibu muda dari seorang putra yang masih berumur 10 bulan itu telah berhasil membidani minimal 4 pasang dari jasa biro jodohnya, yang telah dia tekuni sejak sebelum menikah. Sejatinya saya bisa paham, saya menjadi target keberhasilannya yang hendak diulangnya. 


"Saya belum siap." Kataku singkat.
"Boleh juga alasanmu. tapi, kesiapan apa yang kau maksud itu? Kamu perempuan."


Weleh, memangnya ada apa dengan perempuan. Saya jadi timbul prasangka yang tidak-tidak. Bukan hanya laki-laki saja yang tidak siap, perempuan pun demikian.


"Masih banyak yang harus saya selesaikan." Balasku lagi.
"Maaf, ya. Pada dasarnya kamu bukannya tidak siap, tapi lebih tepat disebut Pengecut!"


Blaar!


Seketika kedua bola mata saya terbelalak kaget. Punggung saya serasa digampar palu godam dari belakang tanpa kesiapan mental sama sekali. Tersinggung ada, tapi saya tidak layak mengabaikan ucapan itu begitu saja. sebuah tindakan bijak adalah saya mencerna dulu makna dibalik ungkapan itu. Pelan tapi pasti saya memberikan peluang pada diri sendiri untuk memahami.


"Kok bisa?"


Secercah senyum simpul mengisyaratkan keberhasilan dalam provokasinya. Saya tahu dia senang. Sesungging senyum keberhasilan nangkring di kedua ujung bibirnya, itu memberikan peluang bagi saya untuk sama-sama saling membuka komunikasi. Saya pikir tak ada salahnya tukar pendapat, biarpun sempat sedikit bikin jengkel.


"Tiga hal yang sangat mungkin sekali. Kamu takut terikat, takut tanggung jawab, atau terlalu banyak maksiat."



Hah?!

kata-katanya cukup menghakimi meski tak menutup kemungkinan ada dasarnya pula. Dengan tenang teman saya menatap kedua bola mata saya mengajak beradu tatap. otomatis itu menjadi pandangan menantang sesuai tafsiran saya. meski begitu, saya diam saja. Sekak kunci mati, yang membuat saya tidak bisa membantah. sebab saya tahu, tema yang diangkat dalam dialog kami adalah tema syari'at. saya khawatir jika membantah, ternyata bantahan saya tadi bercampur dengan emosi. emosi yang menguasai salah-salah bumerang di kemudian hari. takdir saya yang jadi korban.


Terlebih saya menyadari seutuhnya bahwa yang mengajak omong adalah orang yang telah menikah. Orang menikah rata-rata pikirannya lebih matang dari orang yang belum menikah. 


"Kamu boleh telaah ulang apa yang saya katakan tadi. Jangan tergesa-gesa mementahkannya. Ok, saya selalu setia menanti tanggapanmu tentang ini. Udah dulu ya, saya harus pulang."

Dia berlalu meninggalkan saya sendiri dalam perang hati yang tengah berkecamuk. 


Diam-diam jauh di lubuk hati saya yang paling dalam terselip pengakuan. Ya, mungkin ada benarnya saya pengecut... tapi, perlu sedikit koreksi bahwa...


"Saya takut jika kasih sayang ayah saya tidak lagi ada pada orang yang menggantikan posisinya..."


Huhu...


di balik punggung sosok penanggung




**Cerita ini fiktif belaka. Jika ada kesamaan rasa, pendapat dan kondisi semoga menjadi sumber kebaikan dan tidak keburukan. Ini terinspirasi dari diskusi cekikik saya dengan tetangga sebelah yang ingin mendapat penanganan jasa biro jodoh efek dari pengalaman pembidanan keponakan saya...hehe, piss ya Kawan



Continue Reading...
 

Sabaqaka Ukasyah Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon

Modified by Abu Hamzah for Ukasyah Habiby