8/26/2012

Roda Waktu


Kenikmatan itu sering diidentikkan dengan rejeki melimpah dan serba enak. Dan itu memang tidak bisa ditolak. Kenyataannya kebahagiaan selalu diharapkan oleh banyak orang. Diharapkan selalu hadir pada kehidupan seseorang, dan menolak kesusahan. Sebab kesusahan dianggap sebagai petaka dan adzab dari ilahi. Hal itu ditegaskan pada surat Al Fajr 15-16 Kebahagiaan datang, tentu kita senang. Kesusahan hadir, tentu kita sedih. Itu sudah menjadi sebuah ketetapan. Wajar. Namun, hakikat dari bahagia dan susah itu ujian. Yang jadi masalah ketika ujian itu dikategorikan antara nikmat atau adzab. 


Sering kita beranggapan, rejeki yang datang itu berarti nikmat. Padahal belum tentu begitu. Bisa jadi rejeki itu menjadi awal dari adzab. Bisa jadi, tatkala seseorang diberi nikmat, dia tidak mampu menguasai diri sendiri, kemudian sombong. Atau sebaliknya, munculnya musibah malah menjadi jiwa seseorang makin dekat pada Allah. Lalu bagaimana kita membedakannya? Ketika rejeki menjadi nikmat sesungguhnya atau musibah menjadi teguran sesungguhnya. Itu tergantung bagaimana cara pandang orang itu sendiri. Kuncinya sabar dan syukur.

Dalam pada ini, tak jauh saya ingin berbagi... sekaligus intropeksi diri...

Saya pernah mengalami titik nadir dalam hidup, yaitu menyesali takdir. Saya ingin seperti anak-anak atau orang kebanyakan yang memiliki peluang lebih. Saya merasa menjadi orang paling malang sedunia. Bahkan kejamnya, saya menyesal memiliki orangtua saya sendiri. Semua itu hanya disebabkan satu hal.
Saya tidak bersyukur dan hanya melihat kenikmatan orang lain. 
Saya pernah ingin menjadi anak seorang pemilik minimarket. Sehari-hari bisa menikmati apa saja yang dimaukan. Belakangan saya tahu, si anak mengeluhkan orangtuanya pelit dan banyak perhitungan. Bahkan pada anak sendiri sekalipun. Belum lagi, waktu keluarga mereka banyak tersita urusan dagang dan dagang.

Saya juga pernah mengalami kekecewaan yang sangat, disebabkan batal menghadiri sebuah acara. Bagi saya acara itu sangat momentum sekali. Belakangan tak dinyana, disanalah menjadi sumber petaka. Petaka. Seandainya saya hadir, mungkin saya akan terkena dampak petaka itu pula.

Syukur itu lawan dari kufur. Syukur pula yaitu berbaiksangka pada Allah. Sedangkan kufur itu menyekutukan Allah. Padahal Allah tidak boleh disekutukan sama sekali. Korelasi rasa syukur dengan kehidupan sehari-hari adalah “Jangan pernah membandingkan apapun”. Sekecil apapun suatu perkara, jangan pernah membandingkan antara milik kita dengan milik orang lain. Orangtua kita tak sama dengan orangtua orang lain. Begitu pula saudara, suami-istri, harta, dan segala apapun karunia yang Allah berikan. Semua tak sama. Sebuah ketetapan yang mutlak, karena itu dibuat sebagai bukti kuasa ilahi. Saya sadar sepenuhnya sekarang, betapa buruknya perbandingan itu. sebagaimana diri saya sendiri, tak suka dibanding-bandingkan. 

Lalu mengapa saya harus membanding-bandingkan?

Hm, disini tampaknya tak seru jika skenario cerita berhenti pada kesadaran manusia begitu saja. Tak keren jikatiba-tiba saya sadar begitu saja tanpa rintangan. Sebuah film yang apik nan profesional, tentu memiliki tantangan hebat yang serba tak terduga. Kaitannya adalah...

Begini...
Kini, saya juga termasuk pemain di skenario ilahi. Saya pun dipertemukan dengan setan dan hawa nafsu. Saya paham bahwa syukur itu kewajiban mutlak. Tapi saya juga diberi hawa nafsu dan setan pengganggu. Bisikan setan masih berloncatan di hati saya. bisikan yang terus mengajak pada penyesalan, tapi juga  terpaksa untuk mencari keutamaan pribadi. maka terjadilah perang batin antara nurani dan hawa nafsu.

Subhanallah, perang batin ini memberi pelajaran buat saya; carilah kelebihanmu maka kau syukuri apa yang ada padamu. Olehnya, saya berjanji pada diri sendiri untuk selalu mawas diri dan istiqamah menjalani hidup dalam nikmat syukur ini. Saya tahu, titik nadir yang saya alami bukanlah sebuah aib. Tapi itu fase pematangan diri. saya tidak menyesal mengalami masa oling semacam itu. bahkan itulah bukti bahwa saya benar-benar anak manusia, yang selayaknya butuh perbaikan diri setiap waktu.

what about you?

 [to be continued]

0 komentar:

 

Sabaqaka Ukasyah Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon

Modified by Abu Hamzah for Ukasyah Habiby