Allahumma shalli 'ala Muhammad wa ala ali Muhammad, kamaa shallayta ala ali ibrahim wa ala ali ibrahim innaka hamidun majid.
Hari Jum’at memang hari paling awesome seduaniaaah.
Hari ini merupakan awal Ramadhan bagiku di tahun 1433 H. Sejak beberapa hari yang lalu, banyak teman menanyakan awal Ramadhan. Saat itu aku menjawab: “Aku Tidak Tahu”.
Kenyataannya memang begitu, aku tidak tahu tepatnya. Sebab semenit ke depannya saja, adalah perkara ghaib. Sekalipun dari ilmu hisab bisa diperkirakan, nyatanya itu adalah nilai kira-kira. Takdir bisa meleset dari perkiraan. Hmm...
Seharian kamis kemarin, aku banyak di luar. Jadi malam ini memang terasa penat. Usai lepas Isya’ aku benar-benar loyo. Pesan masuk terus menerus bergret-gret ria, berbincang tema awal Ramadhan. Ya, aku mengikuti perkembangan berita di Televisi. TV ONE mengabarkan ada 4 saksi yang berani disumpah dalam persaksian ini. Beritanya, daerah Cakung-Jakarta Utara menyaksikan hilal. Itu pertanda awal ramadhan dinyatakan hari Jum’at. Begitu mendengar berita itu, aku segera meniatkan diri insya Allah besok shiyam. OK.
Hm, tapi bagaimana dengan pertanyaan teman-teman melalui PM ini. Aku hanya bisa menjawab, “Jika berdasarkan sunnah (hadits) tentu hari jum’at, Kakak.” Balasku tanpa bisa menetapkan begitu saja. Aku yakin, ini sangat riskan sekali, karena terkait ikhtilaf. (Apalagi yang risih padaku :P)
Jadi aku harus berhati-hati memberi balasan. Meski begitu, aku hanya memiliki jawaban pasti untuk diriku sendiri, bahwa aku harus puasa di hari jum’at. Bagi yang lain, mau jum’at atau sabtu, konsekwensi masing-masing. Aku tidak berhak mencerca mereka yang menyalahiku. Aku tidak berwenang menyalahkan mereka yang berpuasa di hari sabtu. Aku meyakini, inilah makna toleransi itu. Toleransi antar muslim, sah-sah saja kan.
Terkait Ilmu hisab memang bagian dari khazanah kelimuan yang bisa dipertanggungjawabkan. Namun, itu tak lepas dari kenyataan, hanya ilmu perkiraan. Ilmu manusia yang juga dari Allah Ta’ala. Bagiku, respekku pada ilmu hisab sama respeknya dengan ilmu-ilmu yang lain. Namanya juga ILMU. Dan perlu diingat bahwa takdir merupakan hak kuasa ilahi. Maka akan menjadi sempurna ketika ilmu itu dilengkapi dengan polesan akhir, ru’yatul hilal. Alangkah baiknya jika kedua metode untuk sidang itsbat itu diberlakukan bersama. Tidak hanya hisab saja, tapi juga ru’yah. Ya, alangkah indahnya. Nah, yang jadi masalah kini... adalah saksinya. Sebagian saudaraku menyangsikan saksi. Saksi yang ada adalah dari Cakung. Cakung dikenal orang-orang aneh dan konon_maaf-maaf_kurang bisa dipercaya. Wallahu a’lam. Hm, untuk gosip macam begini, aku tidak berhak menghakimi.
Niatku berpuasa di hari jum’at itu sudah muncul, seketika usai ku dapati kabar adanya saksi. Itu berdasarkan apa yang diajarkan padaku terkait hadits sabda Nabi saw: “Puasalah kalian karena hilal terlihat, dan berbukalah (hari raya) kalian karena hilal terlihat.” Metode kuat nan mendasar dari nabi saw adalah dengan ru’yatul hilal. dan bagiku, ru'yatul hilal lebih dimanangkan dari ilmu hisab. Ketika ada saksi yng mengaku melihat hilal, dia harus disumpah. Sumpah merupakan kontrak kesepakatan dengan Allah Ta’ala. Tanggungjawabnya tidak main-main. Antara dirinya dengan Allah Ta’ala. Jadi, bagiku santai saja jika harus berpuasa sekarang. Toh, seandainya saksi itu bohong (Allahu yahfadh), urusannya antara dirinya dengan Allah Ta’ala.
Faktanya, orang melihat tak sama dengan orang yang tidak melihat. Seorang saksi peristiwa tidak bisa disamakan dengan seratus orang yang tidak melihat. Sekalipun itu banyak dan mendominasi.
Kher insya Allah. Niatku pula, bukan tergantung pula dengan amir. Artinya, tidak dalam rangka taqlid buta pada pimpinan. Amir itu bukan harus telah terpilihnya Khalifah. Tapi amir jama’ah. Jadi salah jika aku dihukumi kaum yang membebek amirnya semata. Aku tahu alasan aku mengikuti atau melakukan sesuatu hal.
Ah, sudahlah itu bukan kapasitasku. Setidaknya aku hanya memastikan jalan hidupku sendiri tanpa peduli apa kata orang. Berpegang pada titah Nabi saw. tidaklah sia-sia. Meski saksi dari cakung itu diragukan oleh saudara-saudaraku sendiri, aku tak mau ikut campur. Itu hak saudaraku dalam berpijak. Aku tak berhak menyalahkan pendapatnya. Live must Gogoon :D
Omong-omong soal saksi, kabarnya salah satu saksi adalah Munarman. Munarman melihatnya sendiri. Siapa yang tak kenal Munarman. Semua orang tahu, dia bukan orang Cakung. Dia bukan orang jahat. Dia pula bukan orang baru, alias diketahui sepak terjangnya. Jika kenyataannya hilal muncul disana, apa ya selamanya kita akan berburuksangka dengan muslimin Cakung. Toh, Allah Ta’ala sebagai penjamin. Hm... entahlah! Ini persepsi pribadiku dalam bersikap saja. Begitulah kenyataannya, aku menentukan sikapku sendiri. Daripada repot salah menyalahkan mending sahur tanpa beban.
*Halah!
Oke, malam ini. Isya’ ini, aku benar-benar capek. Usai membalas pm teman-teman satu persatu, aku tertidur. Sementara HP tertelungkup di perutku. Terlepas kusut masai dari genggaman. Tengah malam, sekitar pukul 01.00 dini hari aku terbangun dengan suara berisik kakakku membuka pintu. Dia baru saja pulang entah darimana. Dan dia pun tidur di ruang sebelah. Aku bergegas bangun dan menyadarkan diri ‘aku akan berpuasa Ramadhan’. Ke kamar mandi dan menyelesaikan urusan sebelum sahur adalah tindakan bijak. Aku pun bertindak. Tak lupa pula, ku dapati pm menumpuk dan belum terbalas usai ku tinggal tidur ba’da isya’ tadi. Satu persatu ku balas dan aku termenung sejenak.
“Kira-kira semalam sudah diumumkan belum ya? Kok aku berani menetapkan jum’at?”
Tiba-tiba aku merasa bersalah. Batinku perang, antara memang aku salah atau aku yang terlalu bermasalah. Nah loh? Niat secara pribadi dan melakuannya sendiri, tak masalah. Tapi apakah sudah ada keputusan resmi dari yang berwenang, kok seenaknya saja aku menshare keputusan ini...
Ditengah kegalauanku itu, aku merebahkan diri di kasur...
Dan tak dinyana, aku pun tertidur... duhai, malam simalakama. Aku dininabobokkan perasaan sendiri. Kini, aku pulas tak bertepi...
Belakangan ku tahu, usai aku terpulas, masjid telah mengumumkan puasa hari jum'at. yosh, nasib! XD
======
Plash!
Sayup ku dengar riuh kecil di belakang. Ku buka mata perlahan. Menyangsikan posisi tidur yang tak ramah. Menguliti memori asing diri sendiri. Aku mengingat suara riuh yang khas. Itu kakak sepupu dan keponakanku. Suara piring, sendok dan garpu berdencing. Khas suara aksesoris yang melaut ke hidangan. Tepatnya adalah usai makan-makan. Begitu Lola ku mendamaikan diri. Mengapa seberisik ini?
Oops! Jam berapa sekarang?...
Aku melompat dari tempat tidur dan langsung ke ruang sebelah. Kakakku masih tidur disana.
“mas! Jam berapa sekarang?” sergahku panik.
Tidurnya benar-benar pulas. Dia hanya membuka matanya sebelah dan kembali melingkarkan kaki, sembari menjawab lemah.
“yaa...”
Aku kalang kabut, ku sambar HP dan ternyata... oh ternyata... 04.25 wib. Kira-kira lima menit lagi, pintu gerbang ditutup. Gerbang larangan makan dan minum.
Gila! Aku belum sahur.
Tanpa pikir panjang, pertama kali yang terlintas di benak adalah AIR. Air mineral di botol yang sedianya menemaniku di perjalanan, ku sambar begitu aja. Targetnya habis seketika. Apapun kondisinya, air adalah konsumsi awal di waktu sahur. Sambil bersa’i (lari-lari kecil) antara menyadarkan kakakku, juga bergegas ke dapur. Target kedua, adalah MADU.
“Maaaaasss... banguuun. Jam setengah lima tauuu!” teriakku tanpa ragu.
Bag! Bug! Kedubrak! Aku semakin kalut.
“Hah?!”
Kakakku tergugah bangkit. Posisinya terduduk. Benar-benar tampang OON. Terhuyung dia berlari ke kamar mandi. Sejenak ku cegah. Ku berikan sebotol air mineral.
“Sudah. Minum saja. Kamar mandi nanti. Yang penting sahur dulu.” Pesanku sepadat mungkin.
Dia masih bingung. Pipinya yang berdaging makin tampak membangkak karena manyun. Usai itu kami bergegas ke dapur. Aku tak peduli, dengan nasi. Yang pasti hal-hal pokok menjadi target utama. Lain halnya kakakku, dia mencari nasi. Ku biarkan saja, toh adzan belum berkumandang. Sambil terus menerus meminum air, aku mengaduk susu. Kakakku lucu, dia makan dengan menelan begitu saja, sambil sesekali menyelai air minum. Kami menikmati sahur kedubrak ini sambil terus waspada. Waspada jika adzan berkumandang.
*Wah, lha kok kayak setan gini, takut kalau adzan berkumandang.
Seketika aku dan kakak cekikikan sendiri usai berjibaku. Ada kesan yang mendalam sekaligus menggelikan.
Ah, awal Ramadhan kali ini, tak mau kalah dengan aksi maraton :D
Semoga menjadi awal yang indah meski dalam masalah.
SELAMAT BERIBADAH PUASA BAGI MASING-MASING PEMELUKNYA :D
Salam Hormat Untuk Muslim Sedunia
YM el faqir ila rahmatil Qadir_200712
Hari Jum’at memang hari paling awesome seduaniaaah.
Hari ini merupakan awal Ramadhan bagiku di tahun 1433 H. Sejak beberapa hari yang lalu, banyak teman menanyakan awal Ramadhan. Saat itu aku menjawab: “Aku Tidak Tahu”.
Kenyataannya memang begitu, aku tidak tahu tepatnya. Sebab semenit ke depannya saja, adalah perkara ghaib. Sekalipun dari ilmu hisab bisa diperkirakan, nyatanya itu adalah nilai kira-kira. Takdir bisa meleset dari perkiraan. Hmm...
Seharian kamis kemarin, aku banyak di luar. Jadi malam ini memang terasa penat. Usai lepas Isya’ aku benar-benar loyo. Pesan masuk terus menerus bergret-gret ria, berbincang tema awal Ramadhan. Ya, aku mengikuti perkembangan berita di Televisi. TV ONE mengabarkan ada 4 saksi yang berani disumpah dalam persaksian ini. Beritanya, daerah Cakung-Jakarta Utara menyaksikan hilal. Itu pertanda awal ramadhan dinyatakan hari Jum’at. Begitu mendengar berita itu, aku segera meniatkan diri insya Allah besok shiyam. OK.
Hm, tapi bagaimana dengan pertanyaan teman-teman melalui PM ini. Aku hanya bisa menjawab, “Jika berdasarkan sunnah (hadits) tentu hari jum’at, Kakak.” Balasku tanpa bisa menetapkan begitu saja. Aku yakin, ini sangat riskan sekali, karena terkait ikhtilaf. (Apalagi yang risih padaku :P)
Jadi aku harus berhati-hati memberi balasan. Meski begitu, aku hanya memiliki jawaban pasti untuk diriku sendiri, bahwa aku harus puasa di hari jum’at. Bagi yang lain, mau jum’at atau sabtu, konsekwensi masing-masing. Aku tidak berhak mencerca mereka yang menyalahiku. Aku tidak berwenang menyalahkan mereka yang berpuasa di hari sabtu. Aku meyakini, inilah makna toleransi itu. Toleransi antar muslim, sah-sah saja kan.
Terkait Ilmu hisab memang bagian dari khazanah kelimuan yang bisa dipertanggungjawabkan. Namun, itu tak lepas dari kenyataan, hanya ilmu perkiraan. Ilmu manusia yang juga dari Allah Ta’ala. Bagiku, respekku pada ilmu hisab sama respeknya dengan ilmu-ilmu yang lain. Namanya juga ILMU. Dan perlu diingat bahwa takdir merupakan hak kuasa ilahi. Maka akan menjadi sempurna ketika ilmu itu dilengkapi dengan polesan akhir, ru’yatul hilal. Alangkah baiknya jika kedua metode untuk sidang itsbat itu diberlakukan bersama. Tidak hanya hisab saja, tapi juga ru’yah. Ya, alangkah indahnya. Nah, yang jadi masalah kini... adalah saksinya. Sebagian saudaraku menyangsikan saksi. Saksi yang ada adalah dari Cakung. Cakung dikenal orang-orang aneh dan konon_maaf-maaf_kurang bisa dipercaya. Wallahu a’lam. Hm, untuk gosip macam begini, aku tidak berhak menghakimi.
Niatku berpuasa di hari jum’at itu sudah muncul, seketika usai ku dapati kabar adanya saksi. Itu berdasarkan apa yang diajarkan padaku terkait hadits sabda Nabi saw: “Puasalah kalian karena hilal terlihat, dan berbukalah (hari raya) kalian karena hilal terlihat.” Metode kuat nan mendasar dari nabi saw adalah dengan ru’yatul hilal. dan bagiku, ru'yatul hilal lebih dimanangkan dari ilmu hisab. Ketika ada saksi yng mengaku melihat hilal, dia harus disumpah. Sumpah merupakan kontrak kesepakatan dengan Allah Ta’ala. Tanggungjawabnya tidak main-main. Antara dirinya dengan Allah Ta’ala. Jadi, bagiku santai saja jika harus berpuasa sekarang. Toh, seandainya saksi itu bohong (Allahu yahfadh), urusannya antara dirinya dengan Allah Ta’ala.
Faktanya, orang melihat tak sama dengan orang yang tidak melihat. Seorang saksi peristiwa tidak bisa disamakan dengan seratus orang yang tidak melihat. Sekalipun itu banyak dan mendominasi.
Kher insya Allah. Niatku pula, bukan tergantung pula dengan amir. Artinya, tidak dalam rangka taqlid buta pada pimpinan. Amir itu bukan harus telah terpilihnya Khalifah. Tapi amir jama’ah. Jadi salah jika aku dihukumi kaum yang membebek amirnya semata. Aku tahu alasan aku mengikuti atau melakukan sesuatu hal.
Ah, sudahlah itu bukan kapasitasku. Setidaknya aku hanya memastikan jalan hidupku sendiri tanpa peduli apa kata orang. Berpegang pada titah Nabi saw. tidaklah sia-sia. Meski saksi dari cakung itu diragukan oleh saudara-saudaraku sendiri, aku tak mau ikut campur. Itu hak saudaraku dalam berpijak. Aku tak berhak menyalahkan pendapatnya. Live must Gogoon :D
Omong-omong soal saksi, kabarnya salah satu saksi adalah Munarman. Munarman melihatnya sendiri. Siapa yang tak kenal Munarman. Semua orang tahu, dia bukan orang Cakung. Dia bukan orang jahat. Dia pula bukan orang baru, alias diketahui sepak terjangnya. Jika kenyataannya hilal muncul disana, apa ya selamanya kita akan berburuksangka dengan muslimin Cakung. Toh, Allah Ta’ala sebagai penjamin. Hm... entahlah! Ini persepsi pribadiku dalam bersikap saja. Begitulah kenyataannya, aku menentukan sikapku sendiri. Daripada repot salah menyalahkan mending sahur tanpa beban.
*Halah!
Oke, malam ini. Isya’ ini, aku benar-benar capek. Usai membalas pm teman-teman satu persatu, aku tertidur. Sementara HP tertelungkup di perutku. Terlepas kusut masai dari genggaman. Tengah malam, sekitar pukul 01.00 dini hari aku terbangun dengan suara berisik kakakku membuka pintu. Dia baru saja pulang entah darimana. Dan dia pun tidur di ruang sebelah. Aku bergegas bangun dan menyadarkan diri ‘aku akan berpuasa Ramadhan’. Ke kamar mandi dan menyelesaikan urusan sebelum sahur adalah tindakan bijak. Aku pun bertindak. Tak lupa pula, ku dapati pm menumpuk dan belum terbalas usai ku tinggal tidur ba’da isya’ tadi. Satu persatu ku balas dan aku termenung sejenak.
“Kira-kira semalam sudah diumumkan belum ya? Kok aku berani menetapkan jum’at?”
Tiba-tiba aku merasa bersalah. Batinku perang, antara memang aku salah atau aku yang terlalu bermasalah. Nah loh? Niat secara pribadi dan melakuannya sendiri, tak masalah. Tapi apakah sudah ada keputusan resmi dari yang berwenang, kok seenaknya saja aku menshare keputusan ini...
Ditengah kegalauanku itu, aku merebahkan diri di kasur...
Dan tak dinyana, aku pun tertidur... duhai, malam simalakama. Aku dininabobokkan perasaan sendiri. Kini, aku pulas tak bertepi...
Belakangan ku tahu, usai aku terpulas, masjid telah mengumumkan puasa hari jum'at. yosh, nasib! XD
======
Plash!
Sayup ku dengar riuh kecil di belakang. Ku buka mata perlahan. Menyangsikan posisi tidur yang tak ramah. Menguliti memori asing diri sendiri. Aku mengingat suara riuh yang khas. Itu kakak sepupu dan keponakanku. Suara piring, sendok dan garpu berdencing. Khas suara aksesoris yang melaut ke hidangan. Tepatnya adalah usai makan-makan. Begitu Lola ku mendamaikan diri. Mengapa seberisik ini?
Oops! Jam berapa sekarang?...
Aku melompat dari tempat tidur dan langsung ke ruang sebelah. Kakakku masih tidur disana.
“mas! Jam berapa sekarang?” sergahku panik.
Tidurnya benar-benar pulas. Dia hanya membuka matanya sebelah dan kembali melingkarkan kaki, sembari menjawab lemah.
“yaa...”
Aku kalang kabut, ku sambar HP dan ternyata... oh ternyata... 04.25 wib. Kira-kira lima menit lagi, pintu gerbang ditutup. Gerbang larangan makan dan minum.
Gila! Aku belum sahur.
Tanpa pikir panjang, pertama kali yang terlintas di benak adalah AIR. Air mineral di botol yang sedianya menemaniku di perjalanan, ku sambar begitu aja. Targetnya habis seketika. Apapun kondisinya, air adalah konsumsi awal di waktu sahur. Sambil bersa’i (lari-lari kecil) antara menyadarkan kakakku, juga bergegas ke dapur. Target kedua, adalah MADU.
“Maaaaasss... banguuun. Jam setengah lima tauuu!” teriakku tanpa ragu.
Bag! Bug! Kedubrak! Aku semakin kalut.
“Hah?!”
Kakakku tergugah bangkit. Posisinya terduduk. Benar-benar tampang OON. Terhuyung dia berlari ke kamar mandi. Sejenak ku cegah. Ku berikan sebotol air mineral.
“Sudah. Minum saja. Kamar mandi nanti. Yang penting sahur dulu.” Pesanku sepadat mungkin.
Dia masih bingung. Pipinya yang berdaging makin tampak membangkak karena manyun. Usai itu kami bergegas ke dapur. Aku tak peduli, dengan nasi. Yang pasti hal-hal pokok menjadi target utama. Lain halnya kakakku, dia mencari nasi. Ku biarkan saja, toh adzan belum berkumandang. Sambil terus menerus meminum air, aku mengaduk susu. Kakakku lucu, dia makan dengan menelan begitu saja, sambil sesekali menyelai air minum. Kami menikmati sahur kedubrak ini sambil terus waspada. Waspada jika adzan berkumandang.
*Wah, lha kok kayak setan gini, takut kalau adzan berkumandang.
Seketika aku dan kakak cekikikan sendiri usai berjibaku. Ada kesan yang mendalam sekaligus menggelikan.
Ah, awal Ramadhan kali ini, tak mau kalah dengan aksi maraton :D
Semoga menjadi awal yang indah meski dalam masalah.
SELAMAT BERIBADAH PUASA BAGI MASING-MASING PEMELUKNYA :D
Salam Hormat Untuk Muslim Sedunia
YM el faqir ila rahmatil Qadir_200712
0 komentar:
Posting Komentar