8/02/2011

Lambaian Shadaqah Untuk Cinta


BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Ash Sholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya’ wal mursalin wa ‘ala alihith thohirina ajmain, amma ba’du:

Kekaguman dan kedekatan emosional adalah bagian dari sisi dimensi ekspresi. Cinta bukanlah semata-mata ungkapan “aku jatuh cinta”, melainkan sebuah bom waktu yang sewaktu-waktu berubah menjadi ledakan dahsyat. Ledakan dahsyat inilah yang akan memberikan dampak positif maupun negatif.
Manakala seorang muslim mengelola cintanya dengan baik sesuai ajaran dan tatanan Diennya, selayaknya dampak positif yang dia hasilkan. Mengapa tidak hal itu terjadi, padahal dimanapun muslim berpijak dan bergerak disanalah buliran keringatnya adalah pahala, sedang pahala mengalir pastilah adanya kebaikan dan kebaikan. Kebaikan yang menyebar itulah hakikat barokah dalam beramal.
Sebagaimana umumnya orang jatuh cinta, yaitu rasa ingin berbagi kasih sayang terhadap sesamanya. Kasih sayang itu biasa diwujudkan dengan perhatian atau pemberian materi, seperti bunga, coklat, makanan atau tetek bengek lainnya yang dirasa cukup mewakili rasa cinta itu. Keinginan macam ini merupakan fenomena cinta garis besar yang banyak terjadi di kalangan manusia.


Kekaguman dan kedekatan emosional adalah bagian dari sisi dimensi ekspresi. Cinta bukanlah semata-mata ungkapan “aku jatuh cinta”, melainkan sebuah bom waktu yang sewaktu-waktu berubah menjadi ledakan dahsyat. Ledakan dahsyat inilah yang akan memberikan dampak positif maupun negatif.
Manakala seorang muslim mengelola cintanya dengan baik sesuai ajaran dan tatanan Diennya, selayaknya dampak positif yang dia hasilkan. Mengapa tidak hal itu terjadi, padahal dimanapun muslim berpijak dan bergerak disanalah buliran keringatnya adalah pahala, sedang pahala mengalir pastilah adanya kebaikan dan kebaikan. Kebaikan yang menyebar itulah hakikat barokah dalam beramal.
Sebagaimana umumnya orang jatuh cinta, yaitu rasa ingin berbagi kasih sayang terhadap sesamanya. Kasih sayang itu biasa diwujudkan dengan perhatian atau pemberian materi, seperti bunga, coklat, makanan atau tetek bengek lainnya yang dirasa cukup mewakili rasa cinta itu. Keinginan macam ini merupakan fenomena cinta garis besar yang banyak terjadi di kalangan manusia.

Hal itu terbilang wajar bahkan pasaran. Orang mengalami kemelut rasa cinta dan berbunga-bunga kemudian berupaya mengekspresikannya dengan memberi hadiah istimewa pada sang pujaan. Adalah Islam menyediakan aplikasi indah sebuah ekspresi cinta bagi seluruh makhluk. Seorang muslim segala tindak tanduknya adalah shadaqah.
Sebagaimana sabda Nabi saw: “Setiap anggota badan manusia diwajibkan bershadaqah setiap hari selama matahari masih terbit. Kamu mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah, kamu menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah shadaqah, berkata yang baik itu adalah shadaqah, setiap langkah berjalan untuk shalat adalah shadaqah, dan menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah shadaqah ".
HR. Bukhari dan Muslim.
Jika artian shadaqah semata-mata memberikan sumbangan berupa materi, haruskah setiap hari mengeluarkan uang atau barang yang dipindahtangankan sehingga sewaktu-waktu tak ada, terpaksa untuk memaksa-maksa bahkan meminta-minta? Naif rasanya. Olehnya, betapa syari’at fleksibel memberikan peluang shadaqah ini dengan segala kemudahan balik modal bahkan bonus besar-besaran, yaitu cinta yang tersalur, pahala, kebaikan yang tersebar dan yang terpenting kasih dari Yang Maha Kasih. Allah Ta’ala.
Ekspresi cinta seorang muslim tidak berhenti pada orang yang dicintai, tebar pesona maupun royal hadiah istimewa. Ekspresi cintanya memiliki mata rantai yang bersambung antara nafsu, jiwa, obyek cinta dan sumber daya cinta itu sendiri (Allah Swt), sehingga tak ada ketimpangan dalam menggapai kesempurnaan cinta. Sekalipun sasaran cintanya adalah orang yang dia benci. Hmm, aneh bukan? Bagaimana mungkin seorang muslim bisa mencintai orang yang dia benci?
Kembali pada hakikat kewajiban shadaqah di setiap persendian tubuh manusia. Setiap hari jiwa seorang muslim dituntut update terus menerus hingga pantaslah kiranya barokah hidup dalam tiap denyut nadinya. Hadis riwayat Jabir bin Abdullah رضي الله عنه, ia berkata: Dua orang pemuda, yang satu dari golongan Muhajirin dan yang lain dari kaum Ansar, saling berbaku-hantam. Seorang dari kaum Muhajirin berteriak: Wahai kaum Muhajirin! Dan seorang dari Ansar juga berteriak: Wahai orang-orang Ansar! Kemudian keluarlah Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan berkata: Ada apa ini? Kenapa harus berteriak dengan seruan jahiliah? Mereka menjawab: Tidak ada apa-apa wahai Rasulullah! Kecuali ada dua pemuda yang berkelahi sehingga seorang dari keduanya memukul tengkuk yang lain. Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: Kalau demikian, tidak apa-apa! Tapi hendaklah seseorang itu menolong saudaranya yang lain baik yang dhalim maupun yang didhalimi. Kalau ia berbuat kedhaliman hendaklah dicegah karena begitulah cara memberikan pertolongan kepadanya dan apabila dizalimi maka hendaklah ia membelanya­.­HR. Muslim
Kita tentu benci pada tindak kesewenang-wenangan. Pelaku yang sewenang-wenang ini justru mendapatkan bagian cinta kasih dari shadaqah kita. Cinta kasih itu  terangkum pada sikap untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan itu. Hanya saja, wujud cinta kasih itu tidak bisa disamakan bentuk dan kapasitasnya. Hal itu kembali pada niatnya pula. Tatkala niat kembali pada lillahi Ta’ala, maka amalan tersebut tergolong shadaqah. Sebuah efek domino, jika amalan sudah termasuk shadaqah, amalan itu diterima dan berpahala kemudian barakah umurnya, maka cinta kasih Allah Ta’ala menyertainya. Bila Allah Ta’ala mencintai hambaNya, seluruh penduduk langit dan bumi turut pula mencintai. Wallahu a’lam
Kekaguman dan kedekatan emosional adalah bagian dari sisi dimensi ekspresi. Cinta bukanlah semata-mata ungkapan “aku jatuh cinta”, melainkan sebuah bom waktu yang sewaktu-waktu berubah menjadi ledakan dahsyat. Ledakan dahsyat inilah yang akan memberikan dampak positif maupun negatif.
Manakala seorang muslim mengelola cintanya dengan baik sesuai ajaran dan tatanan Diennya, selayaknya dampak positif yang dia hasilkan. Mengapa tidak hal itu terjadi, padahal dimanapun muslim berpijak dan bergerak disanalah buliran keringatnya adalah pahala, sedang pahala mengalir pastilah adanya kebaikan dan kebaikan. Kebaikan yang menyebar itulah hakikat barokah dalam beramal.

Sebagaimana umumnya orang jatuh cinta, yaitu rasa ingin berbagi kasih sayang terhadap sesamanya. Kasih sayang itu biasa diwujudkan dengan perhatian atau pemberian materi, seperti bunga, coklat, makanan atau tetek bengek lainnya yang dirasa cukup mewakili rasa cinta itu. Keinginan macam ini merupakan fenomena cinta garis besar yang banyak terjadi di kalangan manusia.
Hal itu terbilang wajar bahkan pasaran. Orang mengalami kemelut rasa cinta dan berbunga-bunga kemudian berupaya mengekspresikannya dengan memberi hadiah istimewa pada sang pujaan. Adalah Islam menyediakan aplikasi indah sebuah ekspresi cinta bagi seluruh makhluk. Seorang muslim segala tindak tanduknya adalah shadaqah.
Sebagaimana sabda Nabi saw: “Setiap anggota badan manusia diwajibkan bershadaqah setiap hari selama matahari masih terbit. Kamu mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah, kamu menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah shadaqah, berkata yang baik itu adalah shadaqah, setiap langkah berjalan untuk shalat adalah shadaqah, dan menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah shadaqah ".
HR. Bukhari dan Muslim.
Jika artian shadaqah semata-mata memberikan sumbangan berupa materi, haruskah setiap hari mengeluarkan uang atau barang yang dipindahtangankan sehingga sewaktu-waktu tak ada, terpaksa untuk memaksa-maksa bahkan meminta-minta? Naif rasanya. Olehnya, betapa syari’at fleksibel memberikan peluang shadaqah ini dengan segala kemudahan balik modal bahkan bonus besar-besaran, yaitu cinta yang tersalur, pahala, kebaikan yang tersebar dan yang terpenting kasih dari Yang Maha Kasih. Allah Ta’ala.
Ekspresi cinta seorang muslim tidak berhenti pada orang yang dicintai, tebar pesona maupun royal hadiah istimewa. Ekspresi cintanya memiliki mata rantai yang bersambung antara nafsu, jiwa, obyek cinta dan sumber daya cinta itu sendiri (Allah Swt), sehingga tak ada ketimpangan dalam menggapai kesempurnaan cinta. Sekalipun sasaran cintanya adalah orang yang dia benci. Hmm, aneh bukan? Bagaimana mungkin seorang muslim bisa mencintai orang yang dia benci?
Kembali pada hakikat kewajiban shadaqah di setiap persendian tubuh manusia. Setiap hari jiwa seorang muslim dituntut update terus menerus hingga pantaslah kiranya barokah hidup dalam tiap denyut nadinya. Hadis riwayat Jabir bin Abdullah رضي الله عنه, ia berkata: Dua orang pemuda, yang satu dari golongan Muhajirin dan yang lain dari kaum Ansar, saling berbaku-hantam. Seorang dari kaum Muhajirin berteriak: Wahai kaum Muhajirin! Dan seorang dari Ansar juga berteriak: Wahai orang-orang Ansar! Kemudian keluarlah Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan berkata: Ada apa ini? Kenapa harus berteriak dengan seruan jahiliah? Mereka menjawab: Tidak ada apa-apa wahai Rasulullah! Kecuali ada dua pemuda yang berkelahi sehingga seorang dari keduanya memukul tengkuk yang lain. Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: Kalau demikian, tidak apa-apa! Tapi hendaklah seseorang itu menolong saudaranya yang lain baik yang dhalim maupun yang didhalimi. Kalau ia berbuat kedhaliman hendaklah dicegah karena begitulah cara memberikan pertolongan kepadanya dan apabila dizalimi maka hendaklah ia membelanya­.­HR. Muslim
Kita tentu benci pada tindak kesewenang-wenangan. Pelaku yang sewenang-wenang ini justru mendapatkan bagian cinta kasih dari shadaqah kita. Cinta kasih itu  terangkum pada sikap untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan itu. Hanya saja, wujud cinta kasih itu tidak bisa disamakan bentuk dan kapasitasnya. Hal itu kembali pada niatnya pula. Tatkala niat kembali pada lillahi Ta’ala, maka amalan tersebut tergolong shadaqah. Sebuah efek domino, jika amalan sudah termasuk shadaqah, amalan itu diterima dan berpahala kemudian barakah umurnya, maka cinta kasih Allah Ta’ala menyertainya. Bila Allah Ta’ala mencintai hambaNya, seluruh penduduk langit dan bumi turut pula mencintai. Wallahu a’lam
Hal itu terbilang wajar bahkan pasaran. Orang mengalami kemelut rasa cinta dan berbunga-bunga kemudian berupaya mengekspresikannya dengan memberi hadiah istimewa pada sang pujaan. Adalah Islam menyediakan aplikasi indah sebuah ekspresi cinta bagi seluruh makhluk. Seorang muslim segala tindak tanduknya adalah shadaqah.
Sebagaimana sabda Nabi saw: “Setiap anggota badan manusia diwajibkan bershadaqah setiap hari selama matahari masih terbit. Kamu mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah, kamu menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah shadaqah, berkata yang baik itu adalah shadaqah, setiap langkah berjalan untuk shalat adalah shadaqah, dan menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah shadaqah ".
HR. Bukhari dan Muslim.
Jika artian shadaqah semata-mata memberikan sumbangan berupa materi, haruskah setiap hari mengeluarkan uang atau barang yang dipindahtangankan sehingga sewaktu-waktu tak ada, terpaksa untuk memaksa-maksa bahkan meminta-minta? Naif rasanya. Olehnya, betapa syari’at fleksibel memberikan peluang shadaqah ini dengan segala kemudahan balik modal bahkan bonus besar-besaran, yaitu cinta yang tersalur, pahala, kebaikan yang tersebar dan yang terpenting kasih dari Yang Maha Kasih. Allah Ta’ala.
Ekspresi cinta seorang muslim tidak berhenti pada orang yang dicintai, tebar pesona maupun royal hadiah istimewa. Ekspresi cintanya memiliki mata rantai yang bersambung antara nafsu, jiwa, obyek cinta dan sumber daya cinta itu sendiri (Allah Swt), sehingga tak ada ketimpangan dalam menggapai kesempurnaan cinta. Sekalipun sasaran cintanya adalah orang yang dia benci. Hmm, aneh bukan? Bagaimana mungkin seorang muslim bisa mencintai orang yang dia benci?
Kembali pada hakikat kewajiban shadaqah di setiap persendian tubuh manusia. Setiap hari jiwa seorang muslim dituntut update terus menerus hingga pantaslah kiranya barokah hidup dalam tiap denyut nadinya. Hadis riwayat Jabir bin Abdullah رضي الله عنه, ia berkata: Dua orang pemuda, yang satu dari golongan Muhajirin dan yang lain dari kaum Ansar, saling berbaku-hantam. Seorang dari kaum Muhajirin berteriak: Wahai kaum Muhajirin! Dan seorang dari Ansar juga berteriak: Wahai orang-orang Ansar! Kemudian keluarlah Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan berkata: Ada apa ini? Kenapa harus berteriak dengan seruan jahiliah? Mereka menjawab: Tidak ada apa-apa wahai Rasulullah! Kecuali ada dua pemuda yang berkelahi sehingga seorang dari keduanya memukul tengkuk yang lain. Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: Kalau demikian, tidak apa-apa! Tapi hendaklah seseorang itu menolong saudaranya yang lain baik yang dhalim maupun yang didhalimi. Kalau ia berbuat kedhaliman hendaklah dicegah karena begitulah cara memberikan pertolongan kepadanya dan apabila dizalimi maka hendaklah ia membelanya­.­HR. Muslim
Kita tentu benci pada tindak kesewenang-wenangan. Pelaku yang sewenang-wenang ini justru mendapatkan bagian cinta kasih dari shadaqah kita. Cinta kasih itu  terangkum pada sikap untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan itu. Hanya saja, wujud cinta kasih itu tidak bisa disamakan bentuk dan kapasitasnya. Hal itu kembali pada niatnya pula. Tatkala niat kembali pada lillahi Ta’ala, maka amalan tersebut tergolong shadaqah. Sebuah efek domino, jika amalan sudah termasuk shadaqah, amalan itu diterima dan berpahala kemudian barakah umurnya, maka cinta kasih Allah Ta’ala menyertainya. Bila Allah Ta’ala mencintai hambaNya, seluruh penduduk langit dan bumi turut pula mencintai. Wallahu a’lam

0 komentar:

 

Sabaqaka Ukasyah Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon

Modified by Abu Hamzah for Ukasyah Habiby