4/09/2013

Periksa Wudhu'mu Sebelum Shalatmu!


&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&


Pada suatu kesempatan setiba waktu shalat, dan posisi masih di jalan, aku mampir di suatu masjid untuk memenuhi panggilan ilahi. Masjid yang ku kunjungi merupakan masjid besar yang begitu indah. Arsitekturnya mirip mahakarya para arsitek timur tengah. Mungkin pula masjid-masjid di timur tengah sana menjadi referensi mereka. Gaya ukiran kaligrafi menghiasi tiap dinding lebarnya, menciptakan khas arabian nan bernuansa masjid nabawi. Setiap pancangan tiangnya mencapai 5 meter, menjulang dibalut hiasan tulisan arab terukir. Nyaris semua dipenuhi kaligrafi. Sungguh indah dan megah. 
Dan terpenting nilai suatu masjid adalah standar kebersihan kamar mandinya. Jika kamar mandinya bersih, tentu masjid itu bersih dan layak jual. Ya, layak kompetisi jual beli pada Allah Ta’ala. Kamar mandi bersih, rapi serta nyaman, karena fasilitasnya sesuai standar wanita muslimah yang memperhatikan kebersihan dan keamanan auratnya.
Saya suka dan bahagia mendapati masjid seperti itu. selalu yang terbetik di benak saya acap kali mengunjungi masjid yang nyaman, adalah sepanjat do’a terindah untuk penghuni dan pemakmur masjidnya, terutama ta’mir masjidnya itu.
“Semoga amalannya ikhlash karena Allah dan istiqamah selalu hingga akhir hayatnya.”
Aamiin. hatinya pasti ganteng! ^_^
Namun, kali ini saya mulai ditegur agar tidak mudah berbangga dengan segala keindahan dan kemegahan suatu kemasan. Bukan hendak meragukan ta’mir masjidnya, akan tetapi terkait rasa keprihatinan terhadap para pemilik masjid ini. Jika dikatakan bahwa masjid adalah milik umat Islam, maka yang hadir disana adalah umat Islam, terutama yang hendak bermadu kasih, bercengkrama, berkeluh kesah, dan menghiba pada pemeliharanya.
Tentu umat Islam yang memeluk agama sesuai Islam itu sendiri. Bukan orang non-Islam yang melaksanakan agama Islam. Bukan pula, Orang Islam yang menjalani ajaran Kristen.
Memangnya ada apa sih?
Begini saudara,
Aku mendapati seorang muslimah, jilbabnya lebar. Sebuah aksesoris dan identitas bahwa mau tak mau orang akan menilainya sebagai muslimah taat. Dan juga banyak mengenal agamanya. Tentu mau tak mau saya pun menilai begitu. Dia pasti orang keren yang paham akan agamanya. Tak kalahnya pula dia manis. Duh, saya aja berdesir kagum dibuatnya.
Saat itu dia hendak berwudhu’. Aku persilakan dia mendahuluiku. Sementara aku mengantri kamar mandi, tanpa sengaja aku memperhatikan segala gerakan gadis itu. mulai dari cara dia mengawali wudhu’, cuci tangan, berkumur-kumur hingga membasuh mukanya. Namun aku sedikit bingung ketika dia tiba-tiba menduliti ubun-ubunnya. Ku pikir dia sekedar membersihkan atau merapikan ujung rambutnya. Akan tetapi, lagi-lagi itu dilakukan tiga kali, bahkan mungkin lebih. Setelah itu, dia mencuci kedua tangannya berulang kali tanpa mempedulikan ujung sikunya. Yang dia lakukan adalah mencuci tangannya sambil menggosok-gosokkan saja. Lebih tepatnya cukup sebatas lengan tangannya saja.



Setelah itu membasuh muka entah berapa kali. Belum selesai ku terkaget-kaget seperti itu, tiba-tiba dia mengucurkan sedikit air ke arah daun telinganya berulang kali. 

Alamak! Dia bermaksud membasuh telinga?

Aku terpana dibuatnya. Tak habis pikir dengan hal ini. Usai itu sebuah adegan untuk mengakhiri serangkaian ritual berbasah-basah ria “wudhu” tadi, adalah mencuci kaki. Lebih mirip gaya petani yang mencuci kaki karena terkena belepotan tanah sawah. 
Aku melongo tak mampu berkata. Apakah dia tidak tahu tata cara berwudhu yang baik dan benar?

Ah, ya sudahlah! aku jadi masygul sendiri.

Saat itu aku hanya bisa termangu dan prihatin. Bagaimana dengan shalatnya? Bukankah wudhu seseorang itu menjadi penentu pula bagi shalat seseorang? Tiba-tiba aku merasa nelangsa sendiri. Teringat kisah yang dialami ayahku, ketika pernah suatu kali mengajar remaja setara usia SLTA. Dari sekitar 200-an murid, hanya 10 yang bisa wudhu dengan baik dan benar. Dari 10 menyusut menjadi 6 anak yang bisa membaca bacaan shalat dengan baik dan benar. Dan hanya 2 anak yang bisa menjalani uji shalat secara baik dan benar secara sempurna.
Astaghfirullah!
Yang berjilbab lebar begini saja belum bisa memahami seutuhnya tentang nilai-nilai berwudhu’, bagaimana dengan yang tidak berminat dengan ajaran Islam itu sendiri? Haduh, aku jadi merinding sendiri.
Nah sekarang, bagaimana sikapku yang baik dan benar ketika mendapati kasus kecil seperti gadis muslimah manis tadi? Mau menegur, repotnya dibilang menggurui. Tidak menegur, tekanan batin dan moral sungguh menghantui. Aku hanya bisa meratapi kelemahanku ini. Sebuah realita bangsa yang lebih bangga dengan pengetahuannya tentang teknologi tapi tidak paham nilai-nilai ajaran agamanya sendiri. Lebih bangga mengenal fesbuk, tweet, dan sebangsanya dibanding kekuatan agamanya. Lebih bangga kenal artis daripada wudhu’ yang jadi kebutuhannya sendiri. Malah terkadang latah akan bunyi-bunyi suara mayoritas, tapi tak tahu apa hakikat bunyian itu.

Seandainya kamu jadi aku, apa tindakan bijak yang sebaiknya akan kamu lakukan, saudara?

&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&

0 komentar:

 

Sabaqaka Ukasyah Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon

Modified by Abu Hamzah for Ukasyah Habiby