4/27/2013

Mari Bicara Perempuan




@*@*@*@*@*@*@*@*@*@

Bicara soal perempuan, itu hal yang wajar. terutama bagi perempuan itu sendiri. Bisa karena ingin mengenal diri sendiri atau menyelesaikan permasalahan yang tengah dialaminya. Bagi laki-laki pun bicara soal perempuan termasuk hal wajar dan standar. Mereka pun butuh tahu itu, meski terkadang dipandang aneh bahkan tabu. Asal mereka bukan bertujuan untuk menjadi perempuan (kecuali yang tidak normal), hal itu sah-sah saja. Mungkin saja mereka ingin memahami dan mengistimewakan perempuan, terutama ibu, istri atau saudarinya. 

Ya, apapun itu perempuan tetap makhluk Allah yang cukup istimewa nan unik.

keistimewaan perempuan tak kalah dengan laki-laki. Mereka sama berkualitasnya dengan laki-laki. Keistimewaan ini hanya didapat dari Al-Islam. Dan keistimewaan ini pula berupa kepemilikan pos-pos khusus, yang Allah sediakan itu semua tanpa dimiliki laki-laki. Tentu standar persamaan ini dalam kesempatan menggapai budi luhur serta porsi kedudukan yang mulia baik di dunia maupun di kehidupan selanjutnya.



1. Perempuan menjadi kunci kesuksesan laki-laki. 

Awal mula manusia dilahirkan tak lepas dari kekuatan dan keteguhan hati seorang ibu, yang itu perempuan. Perempuan yang kuat sekuat cengkraman dinding rahimnya mempertahankan sebuah kehidupan. dengan bekal rasa cinta kasihnya yang besar, dia rela mengorbankan kehidupannya demi calon kehidupan selanjutnya. Lantas, bila ia telah berhasil mempertahankan pintu gerbang kehidupan janin, ia pun menjadi almamater pertama untuk buah hatinya dan menjadi cikal bakal masa depannya.

2. Perempuan begitu kuat mempertahankan hatinya demi orang yang dikasihinya dari pada laki-laki. 

Bila dikatakan rata-rata berat otak laki-laki lebih berat 1,4 kg dari otak perempuan, itu sangat benar dan beralasan. Jauh sebelum penelitian tersebut, Islam telah memaparkan salah satu watak dasar laki-laki adalah akalnya setingkat lebih unggul dibanding perempuan. Hikmah dari itu semua, karena memang porsi laki-laki sebagai pemimpin sudah dipersiapkan oleh Allah. Sementara perempuan lebih menonjol dari sisi perasaan. besarnya perasaan yang Allah karuniakan untuknya itu membuatnya setia dan rela berkorban pada orang yang dicintainya. Besar rasa cintanya bersumber dari watak dasarnya sebagai sosok yang mengedepankan perasaan dibanding akal.

3. Cara pikir yang berliku dan bergelombang

Dari sebab karakter dasar perempuan lebih mengedepankan perasaan, maka model bicara perempuan bertingkat-tingkat dan ragu dalam memaparkan keinginannya. secara teori ilmiah dijelaskan bahwa serabut penghubung antara belahan otak kanan (intuisi) dan otak kiri (logika) lebih sedikit pada perempuan daripada laki-laki. Olehnya, perempuan lebih ekspresif dan mimik muka mudah terbaca sebagai gambaran suasana hatinya. Dan di dalam surat Az-Zukhruf: 18 ditegaskan akan benarnya teori itu. Perempuan selalu berbelit dalam menghadapi permasalahan. Untuk mengarah pada inti, harus melalui berbagai tikungan. *fil khisham ghairu mubin.

4. Perempuan lebih mampu menahan dingin

Perempuan lebih banyak menyimpan lemak dalam tubuhnya. Lemak ini berada dalam lindungan epidermis yang fungsinya seperti jaket kulit. Fungsinya memberikan kehangatan untuk buah hatinya. Lain halnya Laki-laki lebih menang pada ototnya, sehingga mereka unggul pada soal angkat beban. 
Namun, sebagian teori justru berpendapat sebaliknya. Perempuan kurang mampu menahan dingin dikarenakan permukaan kulit lebih besar, sehingga rata-rata perempuan suka ruangan yang hangat.


5. Perempuan lebih cerewet dibanding laki-laki

Hal itu kecenderungan naluri bawaan dari adanya kependekan akal serta menonjolnya perasaan. Perempuan ingin dipahami seutuhnya, karena itu ia memaparkan perasaan kasih sayangnya secara detail. Atau boleh jadi, karena merasa setiap delik perasaannya mengandung arti. Maka seringkali didapati perempuan cerewet, untuk mendeskripsikan apa ang dia rasakan. Perempuan pun menjadi lebih ekspresif. Bila laki-laki lebih menekankan inti, perempuan lika-liku penuturan memiliki inti di setiap incinya.   


6. Perempuan perlu kelembutan sekaligus ketegasan

Perempuan diibaratkan barang pecah belah. Tidak bisa diperlakukan kasar dan keras. sebab kekasaran dan kekerasan itu justru akan menjadi bumerang bagi pelaku kekerasan itu. Tindakan kekasaran dan kekerasan itu akan membuatnya terluka, dan luka itu meninggalkan bekas yang mendendam. Perempuan yang menyimpan luka, biasanya dia akan tertempa lebih tega, sadis dan kejam dari perlakuan yang didapatnya. kelembutannya akan menjadi semacam ular berbisa yang akan menggelincirkan seseorang pada kehancuran. 
Sebaliknya, perlakuan lemah lembut padanya, jangan sampai berlebihan. akibatnya, ia akan melonjak dan mengabaikan nilai-nilai kultural dan estetika. Ketegasan tidak bisa disamakan dengan kekerasan atau kekasaran. Tegas itu tetap bisa lembut, tapi kewibawaan mampu meluluhkan dan menundukkannya. Maka jangan mudah menyakiti perempuan, atau jika terlanjur menyakitinya, segeralah menyadarkannya untuk bisa memaafkan.

7. Perempuan Suka berbisik membisik dan dibisik

Dalam sejarah Nabi Yusuf alaihissalam, dikisahkan betapa perempuan-perempuan identik dengan gosip. Dibalik kelemahlembutannya, tersimpan senjata tajam, yaitu mulut pedas khas dunia intertainment. Pada dasarnya warning ketajaman lidah berlaku umum untuk laki dan perempuan. Penekanannya lebih ke arah perempuan, karena perempuan yang lebih berpotensi dan mudah untuk mengumbar informasi. Perempuan jarang yang mampu bertahan jika ada sesuatu yang dipendam. Olehnya, perempuan memiliki kemampuan mendeskripsikan perasaannya secara detail, akan tetapi rentan pula penyalahgunaan kelebihan ini. Perempuan lebih suka berkasak-kusuk. Indera pendengarannya rata-rata lebih tajam dari laki-laki. Hal itu membuatnya bisa menggabungkan beberapa aktivitas dalam satu waktu. perempuan bisa menerima telepon, sambil menyuapi makan anak dan menonton televisi. Namun, dia tidak mampu sefokus laki-laki.

8. Suka hal-hal sederhana tapi bermakna

Tak perlu sesuatu hal yang mahal nan mewah. Cukup sesuatu sederhana tapi memberikan kesan mendalam baginya.

9. mm... kasih tau G eaahh

(Yang ke sembilan ini masih perlu banyak pertimbangan, karena rahasia masa depan!  :P)


10. Boleh Nambahin, asal yang relevan nan logis




@*@*@*@*@*@*@*@*@






Continue Reading...

4/22/2013

Mengusik Kartini



Kepopuleran kartini tidak bisa dinafikan dan ditepis begitu saja. Sebagai anak manusia yang hidup di jaman serba latah begini, mau tak mau harus mau menghadapi realita kelatahan di jaman ini.  

Kartini yang dijadikan ikon kepahlawanan kaum wanita, seperti apa sih sosoknya? Hmm, Apa dia seperti ibu-ibu rumah tangga yang santun? perempuan yang memperhatikan suaminya? memperjuangkan pendidikan anak-anaknya? atau bagaimana? 
Kebetulan baru saja menyelesaikan setrika baju-baju saya, menyelesaikan pekerjaan rumah lainnya, mengapa saya tidak dikartinikan? ini merupakan perjuangan berat seorang wanita kan? perjuangan melawan penat dan panas... secara setrika itu panas kan? (>_<)


menyetrika baju kartini?

Btw, kartini itu wanita pribumi jawa, asli rembang-jateng. Terlahir dari keluarga priyayi, yang kebetulan mendapat karunia dan kelebihan langka di banding wanita pribumi pada umumnya. salah satunya adalah intelektualitas dan pendidikan. (May be YES, may be NO). Kartini sempat mengenyam pendidikan lebih dari anak seusianya. Sayang, bukannya bersyukur tapi salah makin parah melampaui batas tutorial sebagai hamba. 

Bila budaya wanita pribumi pada saat itu sudah menginjak umur remaja, dia harus dipingit, begitu juga kartini. Dunia pingit wanita masa itu dihiasi tembok gagah melindungi. budaya dan tatanan memang sangat menjaga adat ketimuran, dalam memperlakukan wanita secara istimewa. Sayangnya memang, kegagahan tembok yang awalnya bersifat melindungi, dengan berjalannya waktu, tradisi itu malah jadi ikatan yang membelenggu. Dan tradisi ketimuran ini jika ada di tangan lelaki berpendidikan terbatas atau tak bijak, bisa jadi senjata untuk memperlakukan wanita seenaknya. (Apa benar begitu? may be yes may be No)

Dalam masyarakat fanatik itu budaya atau tradisi, pekerjaan dan tanggung jawab wanita terbatas di area tertentu. Sebagai akibat kefanatikan ini, banyak masyarakat masih mendiskriminasikan wanita. Pandangan terhadap wanita yang menyesatkan telah terungkap dengan sendirinya dalam berbagai cara. Terutama di masa lalu dan jauh dari nilai Islam, wanita mengalami perlakuan biadab. Misalnya, Allah mengungkapkan bahwa wanita dianggap sangat tidak berarti di beberapa masyarakat di mana ayah mereka mengubur mereka hidup-hidup segera setelah mereka lahir.

Tak ayal di masa kartini pun demikian, tradisi yang sudah membudaya itu bagi sebagian kalangan teramat sulit. Sebab, antara wanita membutuhkan pendidikan dan wanita jika terbiar atau terlalu lama diluar, itu jadi membahayakan. Olehnya para wanita dijaga sedemikian rupa sehingga tidak sembarangan keluar rumah. Tapi, di tangan sebagian lelaki otoriter, budaya ini menjadi hal yang berlebihan. Atau terkadang tidak memiliki perasaan kepada kaum perempuan, hingga terkesan lelaki berlaku seenaknya. Juga memanfaatkan kelakiannya sang otoriter. (*mumet)

Taruhlah contoh, seperti yang dilakukan ayah kartini. Ayah kartini memingit anak gadisnya, tapi tidak mengabaikan masa depan pendidikannya. maka konsekwensinya sang ayah harus mengimbangi dengan perhatian sesuai. perhatian itu berupa pendidikan yang memadai pula. tidak hanya sumur, dapur, kasur, pupur, akan tetapi juga pitutur lan adi luhur. Ini ada beda tipis yang musti harus dipahami, antara budaya mengekang dan budaya menjaga sekaligus mengembangkan. Terutama kalangan pria yang menganggap dirinya pengayom sejati.

Lalu, apa sih sebetulnya yang dilakukan kartini ini?
Konon nih, kartini sering curhat ke teman-temannya yang asal belanda. salah satunya rosa abendanon dan Estella "stella" Zeehandelaar. Mereka termasuk kalangan yahudi aktivis feminis-sosialis. Dengan mengutip sebuah pendeskripsian Pramoedya A.T kita tahu bagaimana sosok sahabat kartini itu.

”Estella Zeehandelaar adalah seorang gadis Yahudi Belanda dengan pandangan hidup sosialis yang berapi-api.Ia tidak menyetujui kalau Kartini masuk ke dalam dunia keagamaan. Stella mempengaruhi Kartini dalam pandangan hidup, bahwa kebajikan bukanlah barang monopoli kaum agama, karena orang pun –dan terutama sekali—dapat lakukan kebajikan karena perasaan tanggungjawab kepada sesama, karena nuraninya sendiri.” (Pramoedya Ananta ToerPanggil Aku Kartini Saja, Lentera Dipantara, 2010, Cet.Kelima, hal. 212)
Dan satu hal yang musti digarisbawahi, bahwa "apa dan siapa kita" dilihat teman dan sahabat kita!  teman dan sahabat adalah pantulan dari cara pikir seseorang. keberadaan teman dan sahabat itu saling mempengaruhi satu sama lain. jika tak saling cocok, tak mungkin ada keintiman disana.

So, siapa orang-orang yang paling intens dengan sosok kartini ini? apa perannya untuk bangsa dan perjuangannya, sehingga pantas untuk dijadikan ikon seorang pahlawan? mengingat pada masa itu Indonesia masih dalam kondisi tegang terjajah. Indonesia masih dalam kungkungan penjajah hindia-belanda. jadi mau tak mau perjuangan saat itu adalah pertumpahan darah. Darah macam mana yang ditumpahkan oleh sang kartini ini? Apa memakai istilah orang jaman sekarang, berdiplomasi atau "adat ketimuran yang anti kekerasan"? entahlah, dalam sejarah sepanjang yang saya tahu, pertumpahan darah bagi kartini adalah proses persalinan. Selebihnya adalah kisah curhat dan penggunggatan, yang dikemas indah dalih pendidikan dan perubahan. Hal itu sebagaimana diulas... wikipedia


Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki menuntut ilmu dan belajar. 
kartini ingin wanita pribumi jawa ini menjadi seperti wanita-wanita eropa yang dinilai "maju". Kartini  lantang menyuarakan emansipasi yang pemaknaannya sungguh melampaui batas-batas norma agama. Kalau sudah bicara agama, sebagai umat beragama; "Apa layak agama digugat, apdahal itu tatanan?"


"Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..." Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah."
pada kalimat yang dicetak tebal itu, ada sedikit pernyataan yang aneh, bukan? 
Selama berjam-jam saya berusaha baik sangka dan merefresh apa yang saya baca. Jika dulu ditanamkan pemahaman sebuah edaran bahwa kata mutiara khas nan populer seorang kartini adalah "habis gelap terbitlah terang", merupakan intisari dari ayat "minadh dhulumati ilannur", maka sinkronkah kata mutiara dengan nukilan ayat, sementara kartini sendiri menolak kekuatan agamanya sendiri? (eh, kartini muslimah bukan sih?)

Seorang muslim itu simple, yang utama adalah maslah aqidah. sebab aqidah itu asas segala amalan seorang muslim. Jika aqidahnya saja sudah diragukan, maka kelanjutannya itu tak bakal jauh dari dasarnya. Terbukti pula, ide-ide yang dicetuskan pun tak ubahnya ide kaki tangan para penjajah. Pantas saja, jika kini perayaan hari kartini adalah kalangan mereka yang memiliki kecenderungan terhadap loyalitas penjajah. 

Coba, pernahkah kita dapati orang yang merayakan hari kartini muncul dari muslimah kaffah terhadap diennya? tentu jawabnya TIDAK! seorang muslimah kaffah tidak akan mudah mengekor kaum penjilat dan kalangan tak jelas pengamalan agamanya. seorang muslimah sudah cukup dan percaya diri atas ajaran pemeliharaNya.

Hm, sebetulnya banyak hal yang perlu dikritisi dari sosok seorang kartini ini, meski bagaimana pun tanpa mengurangi rasa hormat sebagai pribumi, saya tidak semata-mata mengkritisinya. Namun, saya hanya meragukan keberadaannya sebagai sosok pahlawan Indonesia yang diprimadonakan, sementara yang lebih banyak berjuang darinya, mengapa tidak diagungkan pula? 

(mehehe...bingung kan? apalagi saya...

Apalagi, realitas terkini, yang kita saksikan secara kasat mata, hakikat perayaan hari kartini identik dengan penampilan wanita-wanita kenes, berlenggak-lenggok kemayu, idal-idul rambut bersanggul, tak malu pula kemben sekedar menyelimuti pinggul, dan segala aksesoris tak jelas lainnya. semua itu diupayakan hanya untuk berbangga-bangga. kontes kecantikan, hura-hura dan jauh pertimbangan hakikat manfaat dan mudharatnya.

Atau kalaupun ada acara-acara yang lebih "berisi", mungkin dianggap sedikit bertaji adalah menyorot wanita-wanita populer dari kalangan artis, dinilai sebagai sosok kuat dan energik. alih-alih keteladanan yang difokuskan, malah kebobrokan moral yang ditanamkan. 

Laa Hawla wa laa quwwata illa billah. 

Ini real adanya. Dan itu dapat disaksikan dengan mudah di banyak stasiun televisi nasional secara live. Begitukah sosok kartini yang nyata? Jika benar, betapa tragisnya pahlawan nasional kita ini!!!

Kalau tidak begitu... Ujung-ujungnya berdalih: "Ambil baiknya saja!"

Whatever, bersyukurlah pada apa yang Allah karuniakan. Sebagai muslimah, tetaplah percaya diri dan jangan mudah latah kepada suara mayoritas. Kasihan juga, Banyak muslimah yang dibodohi soal ini. Mereka lupa, bahwa diri mereka bisa lebih keren dan berkharisma dibanding sosok kartini yang masih kabur tentang dirinya sendiri. Masih meragukan integritas pribadinya sendiri. Sementara, Islam telah menyediakan banyak teladan muslimah yang lebih tsiqah. integritasnya tidak perlu diragukan lagi dan insyaAllah lebih menginspirasi dan mendidik. Jujur mencerdaskan!

So, Jika hari ini kita sudah banyak didoktrin tentang sosok kontroversial, maka sebagai penawarnya, kita juga harus mendoktrin diri dengan mempelajari sosok teladan tokoh muslimah unggulan. Dan teladan unggulan utama itu ada pada dirimu sendiri.

Be your Self, Wahai Muslimah sejati!





ISLAM CUKUP SEMPURNA UNTUK MENYEMPURNAKANMU


Continue Reading...

4/09/2013

Periksa Wudhu'mu Sebelum Shalatmu!


&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&


Pada suatu kesempatan setiba waktu shalat, dan posisi masih di jalan, aku mampir di suatu masjid untuk memenuhi panggilan ilahi. Masjid yang ku kunjungi merupakan masjid besar yang begitu indah. Arsitekturnya mirip mahakarya para arsitek timur tengah. Mungkin pula masjid-masjid di timur tengah sana menjadi referensi mereka. Gaya ukiran kaligrafi menghiasi tiap dinding lebarnya, menciptakan khas arabian nan bernuansa masjid nabawi. Setiap pancangan tiangnya mencapai 5 meter, menjulang dibalut hiasan tulisan arab terukir. Nyaris semua dipenuhi kaligrafi. Sungguh indah dan megah. 
Dan terpenting nilai suatu masjid adalah standar kebersihan kamar mandinya. Jika kamar mandinya bersih, tentu masjid itu bersih dan layak jual. Ya, layak kompetisi jual beli pada Allah Ta’ala. Kamar mandi bersih, rapi serta nyaman, karena fasilitasnya sesuai standar wanita muslimah yang memperhatikan kebersihan dan keamanan auratnya.
Saya suka dan bahagia mendapati masjid seperti itu. selalu yang terbetik di benak saya acap kali mengunjungi masjid yang nyaman, adalah sepanjat do’a terindah untuk penghuni dan pemakmur masjidnya, terutama ta’mir masjidnya itu.
“Semoga amalannya ikhlash karena Allah dan istiqamah selalu hingga akhir hayatnya.”
Aamiin. hatinya pasti ganteng! ^_^
Namun, kali ini saya mulai ditegur agar tidak mudah berbangga dengan segala keindahan dan kemegahan suatu kemasan. Bukan hendak meragukan ta’mir masjidnya, akan tetapi terkait rasa keprihatinan terhadap para pemilik masjid ini. Jika dikatakan bahwa masjid adalah milik umat Islam, maka yang hadir disana adalah umat Islam, terutama yang hendak bermadu kasih, bercengkrama, berkeluh kesah, dan menghiba pada pemeliharanya.
Tentu umat Islam yang memeluk agama sesuai Islam itu sendiri. Bukan orang non-Islam yang melaksanakan agama Islam. Bukan pula, Orang Islam yang menjalani ajaran Kristen.
Memangnya ada apa sih?
Begini saudara,
Aku mendapati seorang muslimah, jilbabnya lebar. Sebuah aksesoris dan identitas bahwa mau tak mau orang akan menilainya sebagai muslimah taat. Dan juga banyak mengenal agamanya. Tentu mau tak mau saya pun menilai begitu. Dia pasti orang keren yang paham akan agamanya. Tak kalahnya pula dia manis. Duh, saya aja berdesir kagum dibuatnya.
Saat itu dia hendak berwudhu’. Aku persilakan dia mendahuluiku. Sementara aku mengantri kamar mandi, tanpa sengaja aku memperhatikan segala gerakan gadis itu. mulai dari cara dia mengawali wudhu’, cuci tangan, berkumur-kumur hingga membasuh mukanya. Namun aku sedikit bingung ketika dia tiba-tiba menduliti ubun-ubunnya. Ku pikir dia sekedar membersihkan atau merapikan ujung rambutnya. Akan tetapi, lagi-lagi itu dilakukan tiga kali, bahkan mungkin lebih. Setelah itu, dia mencuci kedua tangannya berulang kali tanpa mempedulikan ujung sikunya. Yang dia lakukan adalah mencuci tangannya sambil menggosok-gosokkan saja. Lebih tepatnya cukup sebatas lengan tangannya saja.



Setelah itu membasuh muka entah berapa kali. Belum selesai ku terkaget-kaget seperti itu, tiba-tiba dia mengucurkan sedikit air ke arah daun telinganya berulang kali. 

Alamak! Dia bermaksud membasuh telinga?

Aku terpana dibuatnya. Tak habis pikir dengan hal ini. Usai itu sebuah adegan untuk mengakhiri serangkaian ritual berbasah-basah ria “wudhu” tadi, adalah mencuci kaki. Lebih mirip gaya petani yang mencuci kaki karena terkena belepotan tanah sawah. 
Aku melongo tak mampu berkata. Apakah dia tidak tahu tata cara berwudhu yang baik dan benar?

Ah, ya sudahlah! aku jadi masygul sendiri.

Saat itu aku hanya bisa termangu dan prihatin. Bagaimana dengan shalatnya? Bukankah wudhu seseorang itu menjadi penentu pula bagi shalat seseorang? Tiba-tiba aku merasa nelangsa sendiri. Teringat kisah yang dialami ayahku, ketika pernah suatu kali mengajar remaja setara usia SLTA. Dari sekitar 200-an murid, hanya 10 yang bisa wudhu dengan baik dan benar. Dari 10 menyusut menjadi 6 anak yang bisa membaca bacaan shalat dengan baik dan benar. Dan hanya 2 anak yang bisa menjalani uji shalat secara baik dan benar secara sempurna.
Astaghfirullah!
Yang berjilbab lebar begini saja belum bisa memahami seutuhnya tentang nilai-nilai berwudhu’, bagaimana dengan yang tidak berminat dengan ajaran Islam itu sendiri? Haduh, aku jadi merinding sendiri.
Nah sekarang, bagaimana sikapku yang baik dan benar ketika mendapati kasus kecil seperti gadis muslimah manis tadi? Mau menegur, repotnya dibilang menggurui. Tidak menegur, tekanan batin dan moral sungguh menghantui. Aku hanya bisa meratapi kelemahanku ini. Sebuah realita bangsa yang lebih bangga dengan pengetahuannya tentang teknologi tapi tidak paham nilai-nilai ajaran agamanya sendiri. Lebih bangga mengenal fesbuk, tweet, dan sebangsanya dibanding kekuatan agamanya. Lebih bangga kenal artis daripada wudhu’ yang jadi kebutuhannya sendiri. Malah terkadang latah akan bunyi-bunyi suara mayoritas, tapi tak tahu apa hakikat bunyian itu.

Seandainya kamu jadi aku, apa tindakan bijak yang sebaiknya akan kamu lakukan, saudara?

&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&

Continue Reading...

4/04/2013

Sekelumit 13-03-13 dan 14-03-13


@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@

Memulai perjalanan dengan pamit dari oratu. bil khusus ayahanda tercinta. saya meminta ijin memenuhi undangan PUSHAM UII pada pelatihan diseminarsi HAM dan HUMANITER internasional. tahukah dikau apa itu diseminarsi? diseminarsi sebutan sederhana adalah penyebaran doktrin. atau istilah mudahnya mengajari dan menjelaskan apa itu HAM dan HUMANITER. 
Tema yang (mungkin) dinilai hal yang aneh untuk anak seumuran saya yang juga "baru". 
sedihnya, ayah hanya mendiamkan saya tanpa memberi pernyataan mengijinkan. Boleh atau tidak, meski tetap mengijinkan pula.

Ok, singkat cerita akhirnya saya pun berangkat, meski dalam kondisi memendam ganjalan dari ayah.

Setiba saya di hotel cakra kusuma, saya sudah terlambat kurang lebih setengah jam.mendadak tubuh saya sedikit menegang, ketika mendapati sosok asing berdiri tegak sebagai pemateri. 


"Halah! apa pula ini"


Sesosok bule berdiri di tengah aula. Tubuhnya menjulang tinggi, mengenakan batik yang dibalut jas hitam. Suaranya membahana, menyihir para peserta. Saya terhenyak dan merasa aneh. Kemudian saya pun menengok ulang daftar acara yang sempat dikirim melalui email. Berangsur saya memngetahui bahwa ternyata sosok asing itu perwakilan dari ICRC. delegasi ICRC yang memiliki cabang di Indonesia. 


Sedikit beradaptasi, saya pelan-pelan berdamai dengan sikon. Sebelumnya, saya sempat menelaah sekilas terkait tema ini, karena memang background pribadi dan akademis bukanlah dari hukum. bila hukum Islam mungkin masih saya dapatkan bekalnya, tapi ini hukum international yang berusaha netral tanpa bicara agama.


Dengan berjalannya waktu, saya mulai memasuki menit-menit sesi pertama. Adalah Irene Herbeet, nama pemateri itu disebut oleh seorang teman, menjelaskan apa itu ICRC (International Comitte of the Red Cross).

dalam bahasa buminya adalah Komite Internasional Palang Merah.

dia memperkenalkan ICRC sekaligus menjelaskan visi misi yang diemban. 


ICRC didirikan oleh Henry Dunhant. warga negara Swiss yang terpanggil hati nuraninya begitu mendapati betapa memprihatinkannya para prajurit perang. seolah nyawa tidak berharga sama sekali. Dia terpanggil untuk merawat mereka yang masih hidup dan mengebumikan yang sudah mati. Nah, untuk lebih detailnya, silakan aja lari kesini ==> 


http://id.wikipedia.org/wiki/Komite_Internasional_Palang_Merah


dari sana kemudian mengetengahkan apa itu HAM dan Humaniter.

HAM mungkin sudah biasa di kalangan masyarakat umum yang tak banyak bersinggungan dengan hukum. Bila HAM sekilas diyakini adalah sebuah aksi pelestarian kemuliaan atau eksistensi manusia, maka untuk humaniter pun demikian. hanya saja, ada beberapa hal yang memebedakan keduanya.

1. wilayah kerja

2. subyek yang dikenai hukum
3. ?

untuk teori macam ini, saya bukan ahlinya, karena memang mengenal tentang ini, tergolong hal yang baru. Ada hal yang sedikit unik, minimal bagi saya pribadi. Saya benar-benar tak nyaman dengan bahasa yang dia bawakan, karena dia belum bisa menguasai bahasa Indonesia, maka terpaksa bicara dengan bahasa inggris. Bahasa inggris saya memang tergolong ketat. pasif dan saya dahulu memang membenci pelajaran ini. ternyata belajar saya dulu meski secara terpaksa, memiliki efek gunanya pula. "Little-little I can lah" bahasa gaulnya. 


Dengan bantuan seorang penerjemah, saya terus mendamaikan diri dan sedikit mengembangkan diri sendiri. Oke, tak baik memang jika memendam kebencian. Saya tetap harus mengikuti materi dan keep calm. Tak ada ruginya mendengarkan.


Waktu berlalu hingga di ujung sesi Ishoma. Kami semua berpencar, ada yang shalat, santai, dan makan siang. sewaktu saya makan siang, seorang teman membisikkan: "Mister Irene want to talk with you".


Serasa digebuk palu godam dari belakang. Bagiku itu suatu hal yang gila. Bagaimana tidak, saya hanya seorang anak gadis mungil nan unyu yang barusaja bisa mengelap ingus sendiri. sementara para peserta di acara ini adalah kalangan akademisi. Mereka orang-orang lebih hebat dari saya. Mereka lebih pantas untuk berbincang dengan sosok besar macam dirinya. sedangkan saya hanya anak kampung yang mendapatkan undangan acara saja. itu saja. 


"Mengapa tiba-tiba harus saya?" tanyaku aneh dan keki.

"Ya, dia tahu kamu bisa bahasa arab. Dia juga bisa, karena sudah sekira 15 tahun keliling di negara-negara timur tengah." jelas teman saya itu bersemangat.

Bukannya saya berbunga-bunga, tapi malah merasa gila. pria itu bak raksasa di gurun sahara. saya benar-benar tak nyaman. Satu hal yang menjadi stereotip di benak saya tentang dirinya adalah dia bule non-muslim. Entahlah, tiba-tiba saja yang tergambar di pikiran saya adalah tentara penjajah.


"Dia juga penasaran dan ingin bertemu abahmu." tandas teman saya itu lagi. wajah bangganya menyeruak gagah karena merasa serba tahu tentang saya, yang itu makin membuat saya jengah.


"Saya tak mau. Silakan kalau dengan ayah atau abah saya." jawabku lugas. mimik muka masamku membuatnya terhenyak.


"Eh, dia itu lucu loh. Orangnya menyenangkan."

"EGP!" tutupku tak mengindahkan. 

saya tahu, dia pasti kecewa. Jika saya bilang tidak mau, ya jangan memaksa. Semakin saya dipaksa semakin saya tidak suka.


Lucunya, ada seorang peserta lain yang dia itu ngebet dan terobsesi sangat dengan Mr. Bule. Segala gayanya banyak yang diabadikan di BB-nya. Tapi, mengapa Mr. Bule itu tidak mengajaknya saja. Padahal jelas dia sangat menginginkannya. Malah terbalik denganku.

Kemudian acara pun dilanjutkan melalui sesi demi sesi. dari sekian banyak sikap dan jeda waktu, saya tahu pria itu berusaha mencari celah dan kesempatan untuk bisa berbincang dengan saya. Bahkan ketika saya ke kamar mandi pun, dia juga butuh ke kamar mandi dan tampaknya belum ada keberanian untuk memulainya. saya masih bersikukuh dan tidak memberi kesempatan apapun. sedikit saya bersyukur memiliki wajah super serius, yang tidak mudah orang mempermainkan saya.


***


Hari kedua


Saya dijemput pukul 07.00 wib, menuju lokasi acara. Setiba di lokasi belum ada yang datang selain seorang panitia. Kami termasuk as-saabiqunal awwalun, karena peserta belum semuanya hadir. Akhirnya saya mengambil posisi strategis dan mempersiapkan diri mengikuti sesi acara lanjutan. Pria bule itu giat juga ternyata. sepagi ini dia sudah rapi. 


Teman saya menyapa dengan sapaan yang hangat. saya pun turut menatapnya sebagai penghormatan. Tanpa kata saya hanya mengangguk respek padanya. Pada saat itu, saya masih terngiang bisikan teman saya kemarin. Olehnya bagaimanapun saya merasa jengah, tetap saya bersikap respek karena dia adalah orang berilmu. 


tentu saja, bule itu juga tersenyum. Mirip senyuman ari wibowo. saya bukan terkesan dengan senyumnya, tapi lebih pada imajinasi liar yang mengarah senyuman itu tak ubahnya seringai para penjajah. 

Ah, sudahlah! Saya pun segera menyudahi dialog diri sendiri dan mengajak berbincang dengan teman di samping saya. 

Waktu terus berlalu, meretas menit-menit membanjir dalam kubangan ilmu. Sesekali kami sebagai anggota majlis mengajukan pertanyaan dan komentar dalam diskusi. Saling berbagi dan memberi. hingga tak terasa sesi breaking tiba.


Snack berjajar menanti sapaan dan belaian peserta. Saya menunggu suasana lengang agar tidak berdesak-desakan dengan mereka. Kemudian setelah lengang, baru saya pun melangkah  untuk menikmati snack itu. Beberapa peserta telah duduk rapi usai mengambil terlebih dahulu. tak disangka dan tak diduga, sang mister dan teman saya tadi sudah berdiri di belakang saya. 

"Ummi... mister mau ngomong sama kamu, lho"


Aawww... 


Saya pun gemetaran tak keruan. Ya Allah, ini benar-benar cetar membuaya. Satu hal yang ingin dan sangat ingin saya lakukan adalah... berteriak sekencang-kencangnya!


tapi itu tak mungkin. rasa jijik yang menyeruak sedikit mereda begitu saya membalikkan badan. pria bule itu setinggi 2 meter. Bak raksasa yang hendak menelan tubuhku yang mungil.


satu pertanyaan yang pertama kali dia ucapkan.


"Aina Ta'allamti?" 


Artinya "Dimana kuliahmu?". dari pertanyaan ini saya sedikit bisa memaafkan perbincangan ini. Setidaknya dia bisa meyakinkan saya bahwa dia bukanlah pria bule pada umumnya. Dia bukanlah bule yang jahat, mesum dan durjana. yang pasti dia tidak melihat seseorang berdasarkan fisik, tapi intelektual. Urusan hati siapa yang tahu. Hanya saja, kalimat pendek itu berhasil meruntuhkan cara pandang saya yang mungkin terlalu prematur. Saya sedikit luluh.


"Aamm... Al afwu mink ya sayyid. Fainny lam atahayya' li atakallam ma'ak. Ana murta'isah" jawabku seketika sambil memamerkan deretan gigiku menyeringai.


(Maaf, tuan. saya belum siap bicara denganmu. Saya gemetaran nih)

"Kalla...kalla" balasnya singkat upaya menenangkan.


huft, memangnya yusuf kalla. Bukan, saya bukan yusuf kalla. Batinku ngelantur.


"Ana yakhtalith bayna faransy, yamany, urdun, falistin... bla...bla..." Tampaknya dia ingin menjelaskan bahwa dia mampu menguasai beberapa bahasa, yang kalimatnya itu sedikit agak aneh bagiku. 


Saya hanya menggelengkan kepala sambil mengangkat gelas di tangan kanan dan snack di tangan kiri, sambil meminta maaf bahwa saya belum siap untuk berbincang dengannya. 

"Lakin bi hudu' ya sayyid. ente tatakkallam ma'al andunisy. La yaqbalu agresif." sergahku lugas sambil memohon maaf. Saya ingin dia tahu bahwa mendekati perempuan muslimah Indonesia itu tidak dengan cara yang agresif macam itu. Bule itu pun melotot sambil gelengkan kepala dan tersenyum dikulum.


Bisa dibayangkan, seketika itu juga semua mata memandang ke arah kami. Saya hanya bisa serah sambil menahan muka memerah. Rasa malu merajai diri. Beberapa ku dengar celetukan, "dia tadi bicara apa?"


Buff!


Pada akhir sesi, kami pun mulai bisa mencair. Terutama beberapa pertanyaanku yang mulai menyinggung soal agama/ideologi. Padahal apa yang dibahas dalam kemanusiaan itu rentan untuk bicara ideologi. Cairnya suasana ketika dia mulai menanggapi segala tanya dan komentar yang saya lempar. Bahkan sempat saya minta dia menjelaskan dengan bahasa arab,bukan bahasa inggris. Tentu saja, itu makin menggegerkan audiens. 

Saya tak peduli. 


semua berjalan normal hingga di akhir sesi. 


Acarapun selesai, kami semua melangkah keluar pergi meninggalkan lokasi. Satu persatu peserta pergi, sementara aku menunggu jemputan adikku. 

Tiba-tiba saja seseorang menyapaku...

"Ma'assalamah, Ilaliqa'"


itu merupakan sapaan sayonara.

wajahku menengadah memastikan suara. ternyata sesosok pria bule yang menjulang tinggi itu sumber suaranya. tubuhnya sedikit membungkuk untuk menyesuaikan wajahku yang menunduk.


Kami pun tertawa.


"mm... ya sayyid. ufadhdhiluk litahdhura ila bayty, wa abaty." sergahku ramah. saya mempersilakannya untuk bertandang ke rumah.


"hmm, bissurur alath thab'i. walakinn... ayna ta'allamti?"


sekali lagi pria itu bertanya dengan pertanyaan yang sama. Dia bertanya dimana saya kuliah. Mengapa pula saya bisa gabung di PUSHAM UII. Apakah saya termasuk anak-anak universitas Islam Indonesia.

Saya sempat bingung bagaimana menjelaskannya.

"Ana ta'allamtu tahta tarbiyati aby wa ashdiqa'ih."

mau tak mau saya hanya bisa menjelaskan bahwa saya berkembang di bawah pendidikan ayah dan teman-temannya.

"Oo... tarbiyatun shahihah, ye."


Dia menegaskan bahwa pendidikan orangtua adalah pendidikan yang baik.

Kami pun tertawa bersama.


Saya senang orang ini memperhatikan dunia pendidikan. Bukan materi maupun fisik yang serba-serbi.




@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@
Continue Reading...
 

Sabaqaka Ukasyah Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon

Modified by Abu Hamzah for Ukasyah Habiby