Pukul 13:00 wib. Aku menghela napas panjang untuk meredam letupan-letupan kecil haiku. Ku tunggu kakak di setiap menit merangkak siang-sore. Terik matahari tak menyurutkan niatku berangkat menuju materi pelatihan. penantianku berakhir tepat pukul 13: 15 dengan sebuah PM dari kakak,
Berangkat sendiri ja, Q dah di PKU. motor di depan masjid. kunci ada di batok helm.
Positif kali ini aku tak diantar pak ojek, kakakku ((^_^)). tanpa menunda lagi, aku langsung ke TKP (tempat kunci persembunyian). Pada menit sebelum 'starter', ada saja hal-hal yang mengharuskanku bolak-balik keluar masuk rumah hanya disebabkan lupa thethek bengek. berulang kali terjadi, hingga aku capek sendiri. Tiba-tiba perasaanku tak tenang dan gelisah. aku gemetaran. usai adegan bolak-balik, motor pun perlahan merayap pasti.
di sepanjang tikungan, banyak terjadi kejutan. banyak hal yang mendebarkan. Aku mencoba menyuplai energi tubuhku untuk memotivasi jiwa agar tenang dan nyaman. Sayang, semakin jauh aku meninggalkan 'tanah air', batinku semakin menyalak dan meronta. Ada apa denganku?
berbagai wirit dan do'a aku lancarkan. semua baik-baik saja hingga di perempatan Dr. Oen, kandang sapi. Menit berharga yang ku kejar terpaksa dipending BANG JO.
Bang Jo sosok idealis nan disiplin. cool abis. tak banyak cingcong, hanya dengan tiga bahasa isyarat dalam berkomunikasi. bahasa merah, kuning dan hijau. merah ku artikan marah bagi siapapun yang ngotot ingin meneruskan perjalanan. kuning itu artinya pesan sayang agar berhati-hati dalam berkendaraan, sering aku bergumam "atos-atos, Nduk," begitu warna kuning menyala. Adapun hijau, artinya welcome atau silakan ((~_~)). sesungging senyum hijau terlintas di benakku, seolah senyuman itu benar-benar nyata.
Namun, tampaknya kedisiplinan benar-benar mengerak di jiwa bang jo. tak sedikitpun dia merelakan barang sedetikpun kortingan waktu. Aku melengos konyol, bang jo pun tersenyum. (gimna coba senyumnya?). warna hijau menyala, aku boleh melaju ke babak selanjutnya.
sebuah mobil sedan 70-an berada di sisi kananku. menyapa malu-malu tapi mau. bagiku tak mau tahu. Aku dikejar waktu. bukannya segera melaju, si sedan malah diam dalam bengong, sementara motor-motor yang lain telah jauh berlalu. tanpa berpikir panjang, ku raih kesempatan dengan memotong badan jalan. garis diagonal bisa jadi alternatif aman. tak lupa lighting right telah menyala. Mataku semakin berbinar saat ku sadar bahwa aku telah memotong setengah jalan dan sebentar lagi aku sampai di tujuan. Lebih cepat lebih baik. Harap-harap cemas, materi pengajaran tak boleh ketinggalan.
Tak dinyana, pemotongan jalan sebuah kesalahan. Kesuksesan yang petaka. Penyeberangan berbuah ciuman. Ya! aku terpaksa menerima ciuman mesra, akibat kesukseanku menyaingi waktu. dengan kata lain, aku tergesa-gesa sedang tergesa-gesa itu tidak baik.
- Ciuman moncong (putih) bamper mobil
- Ciuman setang motor
- Ciuman aspal. Syukurlah ciumannya tak lebih dari sedetik. Jika lebih dari itu mungkin bibirku sudah segedhe aspalnya.
Tiga ciuman terangkum dalam satu suara...
"GUBRAAAk...!"
kaos kaki bolong tak jelas bentuk dan warnanya. lebih terkesan batik kali ya... |
Berkelebat bayang-bayang kecil derita kecelakaan, bahkan kematian. Tubuh mungilku terseret sebab kalah berat dengan terjangan motor. Diriku tergeletak lunglai di tengah perempatan. Panas! kulit terasa terbakar.
Seretan terhenti. Seketika mataku mencari-cari sang penabrak. Mobil sedan itu melongo. Pengemudinya apalagi. mulutku komat-kamit mengeja plat nomornya. AD 7196 JD. Beberapa menit kemudian, pertolongan pertama bermunculan. Baru ku sadar bahwa kondisiku berantakan. Malunya minta ampun. Mana aku berjilbab lagi. Gugup! Tontonan gratis! Semua mata menuju ke satu fokus.
"Apa yang terjadi?"
"siapa yang menbrak?"
"korbannya? matikah?"
bla....bla....bla segala macam nada penasaran bersliweran timbul tenggelam. bukannya menolong, eh malah motornya yang ditolong. hiks. Aku makin malu dan muak tak berdaya. Ku tertatih menepi. Rasa sedih menyelinap di relung hatiku, karena seketika ku teringat ibu. Semoga tak ada kaitannya dengan beliau. Aku ingin menangis, tapi malu kembali menyentak "GBC! G Boleh Cengeng!"
sarung tangan bolo NG. awas masuk angin tuh... |
Aku menenangkan diri di trotoar. seorang tukang becak menatapku iba. dia menawarkan becaknya dan aku menggeleng lemah. Dua cewek muncul memapahku ke sebuah warung. "Istirahat dulu disini...," pintanya lembut. Cideraku diperiksa. Kebingungan tanpa teman maupun pengaduan, teringat ku pada pahlwan kesiangan yang tidak bolong. Mbak Nungma! sedikit terhibur aku memintanya jadi pedampingku, supporterku... (Abrakadabra...Olala bebek... kwek..kwek...). selebihnya ada pada di domain charming serial badung ala mbak nungma...
http://www.facebook.com/notes/norma-keisya-avicenna/ini-cerita-hidup-gue-apa-cerita-hidup-loe-special-edition-flp-pelangi_12/10150156313105660
Selanjutnya...
Terserah Anda....
serial berikut, mungkin saja nunut
Bismillah...
Laporan sms send terpampang di layar posel. Tak lagi ku indahkan segala basa basi dua cewek yang berbaik hati membalut lukaku. Mereka mencarikan perban sekaligus betadine obat luka untukku. Seorang pria mendekat hendak memeriksa lukaku. Aku enggan ketika kaos kakiku ditanggalkan sementara dia berdiri tepat di depan kedua kakiku.
“mobilnya tadi berhenti, mbak?” tanyaku pada seorang cewek yang berparas manis.
“Mmm... iya, Mbak.” Jawabnya pendek sambil sibuk pada lukaku. Jawabannya ku anggap wajar dan kepalaku menoleh kanan kiri memastikan mobil itu berhenti.
“hehe, saya kok mbak...” tanpa diminta pria yang dari tadi berdiri mengaku dialah pengemudi mobil sedan itu. Oalah! Tiwas clingukan. Belakangan ku tahu bahwa kedua cewek itu semobil dengan pria pengemudi sedan 70-an itu. Pantas saja jawabannya tak PD.
Tak lama kemudian, mbak nungma muncul dengan senyum khas manisnya. Aku lega, meski pringas pringis tak jelas, antara menahan rasa sakit dan senyum pelipur lara. Selang beberapa menit berlalu, Duo BodyGuardku, Ayu dan Diah muncul bersama pawang mereka, mas Dwi. Sempat ku terkejut tak siap. Ku pikir hanya mbak nungma yang tahu. Hehe... ternyata dua embanku tak kalah setia. Aku tersenyum bahagia. Klik!
Waktu terus merambat nan pasti. Tanda-tanda akan berakhirnya masalah belum jelas wujudnya. Kami bernegosiasi. Aku putuskan untuk memprioritaskan kendaraan daripada kondisiku. Mengapa demikian? Karena aku yakin, aku bakal tak masalah, sedangkan kendaraan itu milik kakakku. Bukan sekedar takut kena marah, melainkan aku tak ingin mengecewakannya. Aku yang selalu merepotkannya, belum berhasil membahagiakan sudah bertubi-tubi mengecewakan. Itu benar-benar watak pecundang, sedang aku tak mau itu. Ah, kakakku...
Perasaan bersalah berat bergelantung di benakku. Harus bagaimana ini? Aku butuh istirahat yang nyaman tanpa adegan tutup kaki dengan kresek yang super hot macam ini. Lukaku butuh asupan oksigen secara maksimal. Di sisi lain, aku harus mengawasi kendaraan yang remuk sana sini. Sejenak ku tercenung, mencari orang kepercayaan. Umumnya, kaum adam lebih terampil dan peka masalah mesin. Tak ada salahnya aku mencari rekomendasi dari mereka, sekaligus mengantisipasi tipu muslihat yang bersangkutan. Bukan berburuk sangka, tapi waspada.
Aku meminta bantuan melalui pak kepala suku. Aku butuh seorang, yang datang puluhan. Benar-benar kepala suku yang sangat pengertian, sampai aku sendiri tidak mengerti. Biar pun begitu, aku tahu mereka bermaksud mensupportku. Terharu menyaksikan itu semua. Lagi-lagi aku ingin menangis, tapi malu membalik semua rasa itu hingga yang terjadi derai tawa yang tak ada habisnya. Sekali lagi GBC!
Teman-temanku membantu berdasarkan nurani dan ide kreatif masing-masing. Duo Bguard atau embanku, Diah menyelamatkan helm dan sepatu sebelah kiri. Ayu merelakan sebagian badannya menjadi sandaran ‘hidup’ku. Ciee.... mbak fitri memboncengku dan meminta pak prapto untuk membereskan kendaraan. Mbak erni, mbak ivon dan mbak nury memapahku. Selanjutnya tongkat estafet pemapahan dilanjutkan oleh mbak eka dan mbak ivon. Beberapa langkah berlalu digantikan oleh ayu lagi. Mbak amrih yang sedari awal tampak sibuk berpikir keras untuk menghibur sekaligus mengambil gambar sesuai pesanan. (wekss....) mbak santi terus menyemangati kami semua untuk saling bahu membahu. Entah apalagi kami jadinya, aku tak kuasa melukiskannya. Kami semua berkumpul di kelas dan sepakat melanjutkan materi ba’da ashar.
Di tengah proses KBM, aku berusaha meyakinkan diri bahwa aku tidak apa-apa. Pikiranku hanya muter-muter soal kendaraan kakakku. Pulang nanti aku harus sedia kala. Ku tekuk-tekuk setiap persendian, harapanku pada persendianku baik-baik selalu dan tidak kaku. Pikiran dan perasaan campur aduk tak keruan. Sekali lagi aku meyakinkan diri bahwa aku bisa. Ayahku sering berpesan, segala sesuatu berawal dari keyakinan. Sekeras apapun hidup, keyakinanmu adalah yang paling utama. Alhamdulillah, benar saja. Usai jam KBM berakhir, aku pulang sendiri tanpa merepotkan orang lain.
Tiba di rumah jelang maghrib. Rumah kosong sebab saudara ke rumah sakit, jaga ibu. Aku memutuskan pergi ke dokter dulu seblm cabut ke rumah sakit. Kebetulan hari Ahad, banyak dokter yang libur praktek. tak satu pun dokter2 langganan yang bisa dimintai bantuan. Aku nelangsa terbawa muter-muter didera aingin malam yang menyiksa. Huh!
Pukul 19:00 wib baru ku dapati dokter dari seorang teman baik di daerah sukoharjo. sekitar pukul 19: 30 wib baru aku pulang dan segera ke rumah sakit menjenguk ibu.
Seharusnya maghrib tadi aku sudah stand by di sana, tapi karena putar-putar cari dokter, terpaksa ba'da isya' baru sampai di PKU. Jalanku compang-camping meski baju tak seperti itu. Begitu tepat di muka pintu utama, baru ku sadari bahwa kakakku membuntutiku.sejak ku masih di jalan, kakakku sudah melihatku dari kejauhan.
"Mas...?" gumamku tertahan.
"Kamu kenapa?"
"Aku....mmmm...," aku bingung harus jawab apa. terbata-bata kemudian berkaca-kaca.
TU BI KONTINYUT...
YM_COM