anak : "ayah...bisa nanda pinjam uang untuk modal tijarah?"
ayah : "hei...sejak kapan anak ayah berpikir dagang?" (jwbn untuk mengalihkan)
anak : "yakinlah, sebulan nanda kembalikan. toh, slm ini nanda telah merintis dan lumayan berjalan lancar, tanpa ayah tahu."
ayah : (diam sejenak dan menatap sang anak mesra) "maukah ku tunjukkan padamu perdagangan yang menyelamatkanmu dari adzab yang pedih?_ash-shof 10"
anak: “hmm...ayah...”
ayah: “anakku, kau masih muda... sungguh masa yang sangat indah tatkala kau melaluinya di jalan ALLAH. Sungguh, jika dunia bisnis lebih menjamin kemuliaan di akherot ayahlah yang lebih dulu melakukannya bahkan jauh lebih pesat dari yang disangka banyak orang. Bahkan sedari kecilmu bakal ayah tanamkan dunia dagang untukmu.”
Anak : “rasulullah juga berdagang ayah...”
Ayah : “perdagangan rasulullah itu perdagangan akherot anakku... ulangi apa yang ayah kutipkan dari surat Ash-shof tadi. Perdagangan dunia yang beliau lakukan bukanlah sesuatu yang utama. Disaat bisnis yang beliau geluti di masa muda beliau dulu, karena tuntutan perekonomian keluarga yang mendesak beliau agar melakukan itu. Sedang dirimu...? adakah ayah tak mencukupi segala kebutuhanmu? Atau kau merasa kurang dengan segala pemberian ayah? Atau ayah mengurangi hak-hakmu sebagai anak?
Anak : “ayah, ini hanya sampingan. Nanda tak akan meninggalkan tugas utama nanda sebagai muslimah yang dituntut untuk menyebarkan ilmunya.”
Ayah : “kau katakan rasul juga berdagang. Mengapa tak kau katakan rasulullah lebih mengutamakan perdagangan akherot seperti dakwah dan jihad untuk membangkitkan semangat mudamu fi sabilillah, anakku...? mengapa tak kau katakan bunda khodijah berdagang untuk membuang harta hasil bisnisnya fi sabilillah? Mengapa...”
Anak : “cukup, ayah...nanda mengerti...nanda sam’an wa tho’atan. Angkatlah telpon itu...dari pak michdan (anggota TPM). Pasti lebih penting dari sekedar uang modal yang akan nanda pinjam. Dia lebih berharga ayah... nanda mohon pamit dan jazakumullahu khairan.”
karena begitu semangatnya dalam menasehati sang anak hingga seakan tak mendengar jeritan HPnya meski tergeletak pasrah di sampingnya...((^_^))...
(dialog antara ayah dan putrinya...di suatu pagi yang indah)
OsLO, 1901'11
0 komentar:
Posting Komentar